Kamis, 09 Januari 2014

Reality

Hello~
Welcome back to my blog :)
Let’s guess what will I tell.
Rumah. Satu kata, satu benda, satu surga dunia. Giliran udah di tempat lain, kangen banget rasanya sama rumah. Tapi waktu sampe di rumah, ini sensitivitas makin tambah aja –“
Ayah, ibu. Mereka memiliki peran masing-masing dalam rumah. Tapi, sepertinya di rumah ini ada yang berbeda dari umumnya. Terutama peran IBU. Kalo dengar kata itu, apa yang terbesit? Ibu, seseorang yang berperan banyak dalam pertumbuhan anaknya. Baik pertumbuhan jasmani maupun rohani. Ibu seharusnya mengerti banyak tentang kepribadian anaknya. Tapi apa yang ada di rumah ini ? Keadaan yang sangat berbeda.
Ibuku adalah seorang pekerja layanan kesehatan gigi. Dia sangat banyak menghabiskan waktunya di ruang praktek, kantor. Dan terkadang berkumpul bersama temannya. Jadi karena letih yang ia rasakan, ia menjadi seorang yang sangat mudah emosi.
Kami terdiri dari 3 orang. Dan aku anak pertama. Kami bertiga memiliki karakter yang berbeda. Memiliki respon yang berbeda ketika ibu sedang emosi. Yang paling kecil cenderung diam tapi ia peduli. Yang ke dua, cenderung cuek. Dan tidak terlalu menanggapi. Sedangkan aku, cenderung langsung tersinggung. Aku tidak terlalu mengetahui apakah ibu mengerti dengan karakter kami masing-masing. Ntah kenapa, aku paling gak suka kalo ibu sudah ngomel. Aku masih belum bisa menerima cara ibu kalo ngomel. Walaupun hal kecil, tapi tetep aja aku nggak suka. Ibu selalu mengomel dengan nada tinggi. Walaupun memberi nasehat, tapi itu seperti marah. Bahkan di saat aku jatuh sekali pun, ibu tetap saja seperti itu. Di saat aku membutuhan dukungan dan penyelesaian, ibu masih seperti itu. Terkadang, aku selalu merasa bahwa ia tidak peduli. Mungkin bagi ibu, mengirim uang kebutuhanku saja sudah cukup. Tanpa menanyakan bagaimana aku di luar sana. Di saat aku merasa ada yang kurang beres di tubuh ini, ibu hanya bilang “biarkan aja”. Haruskah sampai aku di rawat inap baru ibu peduli? Bukankan ibu seorang praktisi kesehatan?
Ibu, aku juga mengerti betapa letihnya dirimu untuk mencukupi semua kebutuhan kami. Tapi, kami juga membutuhkan hal lain selain material. Kami butuh ibu untuk mencukupi kebutuhan spiritual kami. Sudah dari SMP, aku selalu merasa kurangnya peran ibu. Komunikasi di rumah pun bisa terbilang jarang. Waktu SMP dulu, aku di sekolah sampai sore. Dan ketika sampai di rumah ibu sudah sibuk di ruang praktek. Ayah sibuk dengan pekerjaannya. Jadi, aku menghabiskan waktu di kamar. Malam keluar hanya untuk makan malam. Itu pun makan sendiri. Itulah yang membuat aku tidak terlalu bersemangat untuk makan. Selesai makan, masuk ke kamar lagi. Begitulah seterusnya :’
Aku sungguh mendambakan suatu saat nanti ibu bisa memelukku di saat aku jatuh L Bisa menyeimbangkan aku di saat aku kehilangan keseimbangan. Bisa mengajariku banyak hal tentang pekerjaan rumah. Aku ingin ibu. Bukan orang lain.

Dari kecil, kami sudah terbiasa menghabiskan waktu dengan pengasuh. Karena tuntutan pekerjaan mereka. Dulu waktu kecil memang aku bisa saja menerima kenyataan itu. Tapi sekarang? Mom, I really need you beside me. I really need a mom whom can understand me well. Apalagi di saat aku menjalani masa pembentukan kepribadian :’)
Aku juga tidak mengerti mengapa air mata ini masih saja terus mengalir. Apakah memang aku belum bisa menerima kenyataan ini atau mungkin aku merasa kurang perhatiannya :’
Mom, sampai kapan ini akan berlangsung? Bisakah kita menghabiskan waktu bersama hanya berlima? Tanpa ada hal lain yang mengganggu? The real family time.
I really miss being together :’)