Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola
Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar.
Disusun oleh
Mikha Meilinda
Christina
XI IPA 3
Diajukan untuk
Mengikuti Lomba Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Tahun 2012
SMAN Titian
Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi Jambi
Tahun Pelajaran
2011/2012
Halaman
Pengesahan
Karya Ilmiah ini
berjudul Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola
Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar. disusun oleh Mikha Meilinda Christina. Dengan guru
pembimbing oleh Eka Aditya Kusuma telah diperiksa dengan disetujui oleh:
Pijoan, … Januari 2012
Mengetahui
Pembimbing Materi Pembimbing
Teknis
Tuti Alawiyah, S.Sos. Eka
Aditya Kusuma, S.Pd
Diketahui
Kepala
SMAN Titian Teras
H.
Abdurrahman Sayoeti
Drs.
Edy Purwanta, M.Pd
NIP. 196411271990031005
ABSTRAK
Christina, M, C, 2012, Dampak Membaca Novel Ditinjau
dari Psikologis, Pola Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi
Pelajar, IPA Guru Pembimbing Materi Tuti
Alawiyah, S.Sos.
Novel adalah salah satu media
bacaan yang digemari sebagian orang. Terutama di kalangan pelajar. Novel dapat
memberikan dampak bagi pelajar. Baik dampak baik maupun dampak buruk. Hal
tersebut berdampak pada banyak aspek dalam kehidupan. Akan tetapi, peneliti
hanya meneliti dampaknya pada beberapa aspek, yaitu psikologis, pola berpikir,
cara berbicara, sikap dan motivasi diri. Peneliti melakukan penelitian dengan 2
metode, yaitu metode angket dan metode wawancara yang dilakukan pada siswa
kelas XI SMA atau setingkatnya. Peneliti mengkaji hal ini karena beberapa kasus
guru yang menemukan siswanya sedang membaca novel ketika proses pembelajaran
berlangsung. Dengan adanya karya ilmiah ini diharapkan bisa menjadi kajian
terhadap siswa maupun tenaga pengajar.
KATA
PENGANTAR
Segala
puji senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala
rahmat dan karunia yang tak pernah putus sehingga saya bisa menyelesaikan
penelitian ini di tengah kesibukan yang amat banyak. Dalam kesempatan ini,
tidak lupa kami ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. Bapak
Drs. Edy Purwanta, M. Pd. selaku Kepala SMAN Titian Teras H.Abdurrahman
Sayoeti yang telah mendukung dalam
penelitian ini
2. Ibu
Eka Aditya Kusuma, S. Pd. sebagai pembimbing teknis,
3. Ibu
Tuti Alawiyah, S. Sos. sebagai pembimbing materi.
4. Kedua
orang tua yang telah member motivasi maupun membantu dalam proses penelitian.
5. Kerabat
yang ada di SMK N 1 Merangin
6. Semua
teman-teman SMAN Titian Teras H Abdurahman Sayoeti.
Meskipun
objek penelitian ini hanya mencakup bahasan kecil, akan tetapi pada dasarnya
penelitian ini diajukan kepada semua pembaca yang ingin menambah wawasan
pengetahuan dan bermanfaat bagi banyak orang. Atas dasar itulah, saya memandang
perlunya penelitian ini dilaksanakan karena pembaca bisa mengambil manfaat yang
lebih banyak lagi dari penelitian ini.
Semoga
dengan adanya penelitian ini menjadi salah satu sumber ilmu yang baik bagi para
pembaca untuk menambah pengetahuan khususnya dampak membaaca novel bagi pelajar
ditinjau dari beberapa sudut. Amin
Jambi,
… Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
PENGESAHAN ………………………………………………. ii
ABSTRAK …………………………………………………………………. iii
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………. 4
BAB
1 PENDAHULUAN ……..……………………………………………. 7
1.1
Latar Belakang ….……………………………………………….. 7
1.2
Rumusan Masalah ..……………………………………………… 8
1.3
Tujuan Penelitian………………………………………………… 8
1.4
Manfaat Penelitian …………………………………………………. 8
BAB
II KAJIAN PUSTAKA ……………..………………………………… 10
2.1
Novel ……………………………….…............................................. 9
2.2
Pelajar ………………………………………………………............. 9
2.3
Remaja ..…………………………………………………................. 9
2.4
Psikologis ……………………………………………....................... 11
2.5
Pola Berpikir ....................................................................................... 14
2.6
Cara Berbicara..................................................................................... 16
2.7
Sikap ................................................................................................... 18
2.8
Motivasi............................................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...………………………………… 28
3.1
Rancangan penelitian …………………………………………….. 28
3.2
Tempat dan Waktu ………………………………………………. 28
3.3
Alat dan Bahan ………………………………………………….. 28
3.4
Sampel Penelitian ………………………………………………....... 29
3.5
Prosedur Penelitian ……………………………………………… 29
3.6
Analisis Data ……………………………………………………… 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 32
4.1
Hasil ……………………………………………………………… 32
4.2
Pembahasan ……………………………………………………… 34
BAB
V PENUTUP …………………………………………..……………… 40
5.1
Kesimpulan ……………………………………………………… 40
5.2
Saran …………………………………………………………… 40
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………… 41
LAMPIRAN
……………………………………………………………….. 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai
berbagai media bacaan. Media bacaan tersebut merupakan sastra yang telah
mengalami perkembangan. Sastra ada yang bersifat menghibur, mengarah dan
sebagai motivasi. Beberapa jenis sastra yang sering kita jumpai adalah hikayat,
novel, cerpen, pantun, gurindam dan lain sebagainya. Novel adalah salah satu
buku bacaan yang sering kali kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Begitu juga
dengan perkembangan bahasa yang digunakan. Dimana buku sastra lama menggunakan
bahasa yang agak sulit dipahami oleh kalangan masyarakat sekarang.
Persentase pembelian novel lebih tinggi jika
dibandingkan dengan persentase pembelian buku hikayat, puisi dan lain
sebagainya. Dan kalangan masyarakat yang banyak membeli novel adalah kalangan
pelajar terutama pelajar remaja. Dengan salah satu alasan cerita yang
dilampirkan oleh pengarang hampir sama dengan kejadian yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari. Banyak sekali guru menemukan siswanya sedang membaca
novel ketika proses pembelajaran berlangsung. Dan banyak juga pengaruh yang
ditimbulkan oleh karenanya. Ada beberapa siswa yang memposisikannya sebagai
motivasi belajar. Namun, tidak dapat dipungkiri pula apabila hal tersebut
membawa dampak buruk bagi siswa. Dan salah satu alasan mereka dapat membaca
novel adalah karena mereka memiliki waktu luang untuk membaca.
Berbeda sekali dengan kalangan masyarakat yang telah
beranjak dewasa dan yang telah bekerja. Jarang sekali ditemukan orang dewasa
yang senang membaca novel. Dan salah satu penyebabnya adalah mereka sibuk untuk
bekerja dan kalaupun ada waktu luang mereka jarang menggunakannya untuk membaca
novel.
Berdasarkan
pengamatan penulis, sebagian besar pelajar sekarang lebih memilih untuk membaca
novel dibandingkan membaca buku pelajaran yang dianggap mereka membosankan. Dan
pastinya itu memiliki dampak baik dan dampak tidak baik bagi pelajar. Maka dari
itu, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh membaca novel bagi pelajar.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap psikologis
pelajar ?
1.2.2
Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap pola berpikir
pelajar ?
1.2.3
Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap cara
berbicara pelajar ?
1.2.4
Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap sikap pelajar
?
1.2.5
Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap motivasi yang
dimiliki pelajar ?
1.3
Tujuan
Penelitian
1.3.1
Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap psikologis
pelajar.
1.3.2
Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap pola
berpikir pelajar.
1.3.3
Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap cara
berbicara pelajar.
1.3.4
Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap sikap
pelajar.
1.3.5
Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap motivasi
yang dimiliki oleh pelajar.
1.4
Manfaat
Penelitian
Bagi peneliti :
1.4.1
Dapat menambah wawasan penulis.
Bagi masyarakat :
1.4.2
Dapat menjadi kajian terhadap pelajar yang suka membaca
novel.
1.4.3
Dapat menjadi kajian terhadap guru dalam menyelesaikan
masalah yang bersangkutan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya
dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata
novel berasal dari bahasa
Italia novella yang berarti "sebuah kisah atau
sepotong berita".
Novel lebih panjang (setidaknya 40.000
kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak
dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel
bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari,
dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.
Novel dalam bahasa
Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman
alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.
2.2
Pelajar
Inilah pengertian
siswa atau pengertian murid atau pengertian pelajar. Adapun informasi tentang
pengertian siswa ini diperoleh blog Karo Cyber Community dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
Siswa adalah murid (terutama pd
tingkat sekolah dasar dan menengah); pelajar: -- SMU
Sementara pengertian Murid adalah sebagai berikut menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):
mu·rid n orang
(anak) yg sedang berguru (belajar, bersekolah)
2.3
Remaja
Menurut Sri
Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa
anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas
tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja
pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.
Menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks,
dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall
(dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan
batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa
remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan
ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang
diperpendek.
Remaja adalah
masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada
masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan
masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak
dikutip orang.
2.3.1
Permasalahan diri pada remaja
Menurut
Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian
identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan
bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity
diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity
achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss,
1988).Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri
ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa
(1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam
pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong
akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang
dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam
dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang
tua.
6. Kegelisahan karena
banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang
bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak
fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan
membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental
dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian
remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa
jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan
remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada diri remaja.
2.3.2 Perkembangan Kognitif Psikologi
Remaja
Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 thn
secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat
digambarkan sebagai berikut
a. Secara intelektual remaja mulai
dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak
b. Berfungsinya kegiatan kognitif
tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan,
serta memecahkan masalah
c. Sudah mampu menggunakan
abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak
d. Munculnya kemampuan nalar secara
ilmiah, belajar menguji hipotesis
e. Memikirkan masa depan,
perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi
remaja
f. Mulai menyadari proses berfikir
efisien dan belajar berinstropeksi
g. Wawasan berfikirnya semakin
meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri)
2.3.3 Perkembangan Emosi Psikologi Remaja
Remaja mengalami puncak emosionalitasnya,
perkembangan emosi tingkat tinggi. Perkembangan emosi remaja awal menunjukkan
sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatif dan temperamental
(mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung). Sedangkan remaja akhir sudah
mulai mampu mengendalikannya. Remaja yangberkembang di lingkungan yang kurang
kondusif, kematangan emosionalnyaterhambat. Sehingga sering mengalami akibat
negatif berupa tingkah laku “salah suai”, misalnya : psikologi
remaja
1) Agresif :
melawan, keras kepala, berkelahi, suka menggangu dan lain-lainnya
2) Lari dari
kenyataan (regresif) : suka melamun, pendiam, senang menyendiri,
mengkonsumsi obat penenang, minuman keras, atau obat terlarang.
Sedangkan remaja yang tinggal di lingkungan
yang kondusif dan harmonis dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi :
1) Adekuasi
(ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang, simpati, altruis (senang menolong),
respek (sikap hormat dan menghormati orang lain), ramah, dan lain-lainnya
2) Mengendalikan
emosi : tidak mudah tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, tidak
meledak-ledak, menghadapi kegagalan secara sehat dan bijak.
2.3.4 Perkembangan Sosial Psikologi Remaja
Remaja telah
mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition)
dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan
kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi,
minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan
sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu
kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.
Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan,
kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
2.3.5 Pekembangan Moral Psikologi Remaja
Remaja
sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi
meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian
positif dari orang lain).
2.3.6 Perkembangan Sosial Psikologi Remaja
Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk
memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja
memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama
dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan
kepribadiannya.
Perkembangan
sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu
kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.
Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan,
kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
2.3.7 Perkembangan Kepribadian Psikologi Remaja
Isu
sentral pada remaja adalah masa berkembangnya identitas diri (jati diri) yang
bakal menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan
problem “siapa saya?” (Who am I ?).
Terkait dengan hal tersebut remaja juga risau mencari idola-idola dalam
hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan. Faktor-faktor penting
dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi remaja) adalah :
1) Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi
untuk berperilaku dewasa pula
2) Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan
emosi-emosi baru
3) Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali
obsesi dan cita-citanya
4) Kebutuhan interaksi dan
persahabatan lebih luas dengan teman sejenis dan lawan jenis
5) Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi
dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami,
mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri
Tindakan
antisipasi remaja akhir adalah:
1) Berusaha bersikap hati-hati dalam berperilaku dan
menyikapi kelebihan dirinya
2) Mengkaji tujuan dan keputusan untuk menjadi model manusia
yang diidamkan
3) Memperhatikan etika masyarakat, kehendak orang tua, dan
sikap teman-temannya
4) Mengembangkan sikap-sikap pribadinya
2.4
Pola Berpikir
Kita melihat banyak orang terpenagaruh pada berbagai macam
pola pikir. Pola pikir dapat pula mempengaruhi orang yang “non-verbal”. Pola
pikir adalah kecenderungan manusiawi yang dinamis, ia dapat mempengaruhi siapa
saja; ia dapat membantu kita, dapat pula merugikan kita.
Ada orang dengan pola pikir perfeksionis. Kita
menilai diri kita begitu tajam sehingga sekilas kita tidak berani mencoba
sesuatu yang tidak kita kuasai dengan sangat sempurna.
Ada
orang dengan pola pikir obsesif, mengingat terus menerus sesuatu
yang menakutkan kita sehingga kita menteror diri sendiri sampai rasa takut itu
menjadi jauh lebih besar dari diri kita sendiri dan akhirnya kita berhenti
sambil meyakini bahwa semuanya adalah malapetaka.
Ada juga orang dengan pola pikir pesimis. Kita
meyakini bahwa kita telah dikutuk. Bagaimanapun kerasnya kita berusaha tapi
yang datang selalu hal hal buruk. Kitapun tidak mampu melihat atau peduli akan
keberhasilan kita karena kita memilih untuk hanya melihat pada kegagalan kita.
Ada orang dengan pola pikir bergantung pada orang
lain. Kita sangat ingin untuk bebas tapi dilain pihak kita merasa bahwa
hanya orang lain yang dapat menyelamatkan kita. Kita berpikir bahwa mereka
mencintai kita karena mereka telah menyelamatkan kita. Kita merasa takut
kehilangan hubungan baik yang telah lama dibina. Kita mendambakan kebebasan
tapi kita sangat merasa tidak aman jika tidak bergantung pada mereka; takut
mereka akan menelantarkan kita.
Ada orang dengan pola pikir “saling membutuhkan”.
Kita memfokuskan diri untuk mencintai orang lain dan membuat orang yang
dicintai menjadi bergantung pada kita dengan mencurahkan segala perhatian dan
perasaan cinta kita kepadanya. Yang dicintai merasa orang lain tidak dapat
mencintai-nya kecuali kita, Pada akhirnya orang yang kita cintai merasa tidak
berdaya
Ada
orang dengan pola pikir membenci diri sendiri / suka melukai diri
sendiri. Kita membuat diri kita sendiri menjadi seorang pesimis lalu
melakukan hal yang sama pada orang lain. Tetap bertahan untuk tidak merubah
diri bahkan mempengaruhi orang lain dengan cara menakut-nakuti bahwa akan ada
sesuatu yang berbahaya apabila kita keluar dari pola pikir yang lama.
Ada orang dengan pola pikir birokrat/dogmatik,
memaksakan kehendaknya untuk mengikuti aturan dan merasa kita yang paling tahu
segalanya
Tapi kita juga dapat mempunyai pola pikir yang baik dan
konstruktif.
Kita
dapat memiliki pola pikir yang optimistis. Kita percaya bahwa tidak
ada sesuatu yang tidak mungkin. Semua dapat dilakukan secara bertahap, biar
lambat asal selamat maka kita akan berhasil melakukan sesuatu yang teramat
sulit
Kita juga dapat memilih pola pikir seorang yang realistis.
Dapat mengalahkan rasa takut dan hal-hal negatif dan melihat sesuatu tanpa menggunakan
emosi lalu membuat rencana secara bertahap dengan penuh rasa percaya diri
Kita juga dapat mempunyai pola pikir Taoisme.
Bahwasanya hitam tidak selalu jelek dan putih tidak selalu baik. Sesuatu yang
jelek dapat sangat bermanfaat jika ada pada situasi yang tepat. Bahwa sesuatu
yang kelihatan-nya baik mungkin dapat mencelakakan kita. Selalu berada dijalur
tengah, berjalan dengan sendirinya tanpa diatur, tanpa emosi, menerima apa
adanya tanpa penyesalan Ini merupakan cara terbaik untuk meraih kebahagiaan.
Yang perlu kita pikirkan atau kuatirkan adalah saat sekarang ini, menit ini,
detik ini, bukan kemarin ataupun esok hari. Semua langkah kita dapat dilakukan
dengan benar jika kita tidak merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan
hal-hal menakutkan yang belum terjadi atau memikirkan bahwa kita akan gagal.
Jika kita dapat memfokuskan diri kita pada saat sekarang maka kita akan dapat
jauh lebih sukses.
Kita juga dapat mempunyai pola pikir seorang yang
mandiri. Tidak terlalu memikirkan perasaan orang lain sehingga orang lain
dapat merasa bebas. Kita semua dapat menggali kemampuan diri secara bertahap
sesuai kemampuan masing-masing tanpa harus mempunyai perasaan bersalah, rasa
malu ataupun rasa terbebani.
Setiap saat kita dapat menentukan pilihan untuk merubah pola
pikir apakah kita akan tetap dengan pola pikir yang positif atau pola pikir
yang negative.
Pola pikir yang merusak diri ternyata dapat dirubah sehingga
kita dapat bekerja dengan lebih baik, dapat menguatkan sesama, pemaaf, mandiri,
dapat mengekspresikan diri dan punya cita-cita.
Pikiran merupakan hamba yang sangat berguna namun merupakan
majikan yang paling kejam. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan pikiran
anda.manusia adalah satu-satunya mahluk di dunia ini yang memiliki kemampuan
berpikir mengenai proses berpikir. Istilah teknisnya adalah metakognisi.Sangat
banyak orang yang tidak sadar, tidak tahu, pura-pura tidak tahu, atau bahkan
tidak mau tahu bahwa mereka sebenarnya memiliki kemampuan ini. Dan oleh sebab
itu mereka tidak pernah sadar bahwa seumur hidup mereka telah menjadi budak
atau hamba dari pikiran mereka sendiri.
Pola berpikir seseorang biasanya mengikuti cara pola berpikir
kebanyakan orang yaitu pola pikir mengejar perhargaan/ membela diri/ membuat
alasan2/ mengucilkan diri, dll.
2.5
Cara Berbicara
Cara
berbicara merupakan salah satu bagian yang menyenangkan dari kepribadian
seseorang adalah kemampuan untuk bisa berbicara dengan baik. Seseorang yang
bisa mengekspresikan diri dengan jelas dan tidak samar akan lebih unggul
daripada yang tidak bias. Faktanya, kemampuan berbicara adalah kualitas yang
paling menonjol yang bisa dicatat seseorang untuk membukakan jalan baginya
menuju semua jenis kesuksesan dan dalam semua bidang pekerjaan.
Cara ekspresi
terbaik yang bisa dipakai orang-orang yang terlibat percakapan adalah
mengekspresikan pemikiran dengan jalan pintas tanpa berbelit-belit. Tetapi, itu
bukan berarti berbicara dengan sangat cepat dan tergesa-gesa bisa membuat
seseorang lebih cepat dan menemukan jalan pintas untuk mengekspresikan
pikirannya. Yang paling impresif bukanlah orang yang berbicara dengan kecepatan
tinggi, tetapi orang yang berbicara dengan jelas, dengan memikat dan dengan
kepercayaan diri. Karena itu, jangan berpikiran untuk memuntahkan segala
pemikiran dalam waktu secepat mungkin, tetapi manfaatkan waktu serasional
mungkin untuk mengungkapkan pikiran. Kalau waktunya mendesak, boleh bicara
singkat, padat dan cepat. Kalau ada banyak waktu, ya bicaralah dengan lebih
santai, tenang dan jelas.
Orang yang
terlalu aktif berbicara akan berusaha memusatkan pembicaraan pada dirinya
sendiri. Ia tidak akan berhenti bicara kecuali hanya untuk menarik napas.
Setelah itu, ia memulai lagi segalanya dengan penuh nafsu sehingga seolah-olah
orang lain tidak punya apa pun untuk dibicarakan. Bagi beberapa orang, kondisi
ini bisa menjadi tekanan mental dan fisik. Jadi, sikap terlalu aktif berbicara
ini harus dihilangkan karena bisa menimbulkan tekanan pada pihak tertentu.
Cara berbicara
yang buruk juga merupakan kendala dalam percakapan. Cara berbicara yang buruk
atau tidak efektif bisa berbentuk bermacam-macam tipe. Misalnya: bicara yang
tanpa tujuan, bicara yang tanpa jeda, bicara yang diulang-ulang, bicara yang
tergesa-gesa, bicara yang bahasanya asal-asalan, bicara yang logikanya tidak jalan,
bicara yang suaranya terlalu lirih atau terlalu keras, bicara yang tidak sesuai
kondisi lingkungan, dan lain-lain. Jika cara penyampaian itu tidak dilakukan
dengan baik, artinya jika pihak lain salah memahaminya, maka akan terjadi
banyak kebingungan sehingga dan misunderstanding.
Orang yang
suka mengulang-ulang tema atau kata-kata tertentu dalam suatu pembicaraan bisa
menimbulkan kesan bahwa ia orang yang tidak berpikir efektif. Karena
menggunakan kata atau tema yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan, ia bakal
terkesan susah menemukan poin pembicaraan dalam waktu sesingkat mungkin dan
kadang malah tidak bisa menemukan poin pembicaraan sama sekali.
Lawan kata
redudansi adalah bicara yang terlalu singkat. Orang yang demikian akan sangat
pelit bicara, dan pilihan kata-katanya sangat pendek sehingga penjelasan dari
suatu ide bakal sangat kurang. Cara berbicara seperti ini juga tidak disukai
orang lain karena juga sulit dimengerti.
Cara bicara
yang defektif, terkait dengan cara bicara yang cacat atau rusak, atau tidak
sempurna. Misalnya, gagap. Cara bicara semacam ini bisa menjadi kendala dalam
hidup, baik secara sosial maupun karier. Orang yang punya kendala bicara
defektif bisa menemui hambatan jika menerjuni profesi-profesi tertentu,
misalnya pengacara, dai, guru, dan sejenisnya. Selain penderitaan batin, orang
demikian juga bisa dihinggapi sifat rendah diri yang bakal menghambatnya meraih
kemajuan dalam hidup. Namun, jika orang ini bisa menunjukkan keberimbangan
mental dan mengendalikan sifat agresif, cara bicara yang tidak sempurna ini
tidak akan menghalangi ia meraih kesuksesan. Bahkan, kecacatan ini bisa
dimanfaatkan untuk meraih kelebihan. Contohnya, ada aktor yang cacat bicara,
tetapi bisa memanfaatkan kecacatan itu sebagai karakter khas dia yang tidak
dimiliki aktor lain.
2.6
Sikap
Sikap adalah pernyataan evaluatif
terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang
terhadap sesuatu.
Banyak sosiolog dan
psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan
sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;
Gerungan, 2000).
Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap
merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan
tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak lagi
definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi keragaman
pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari penulis yang berbeda. Namun
demikian, jika dicermati hampir semua batasan sikap memiliki kesamaan padang,
bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam
dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari
proses akomodasi dan asimilasi
pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses
perkembangan kognitif manusia (Wadworth, 1971).
2.6.1 Komponen
utama sikap
Sikap mempunyai tiga komponen utama:
kesadaran, perasaan,
dan perilaku. Keyakinan
bahwa "Diskriminasi itu salah" merupakan sebuah pernyataan
evaluatif. Opini semacam
ini adalah komponen kognitif dari
sikap yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah
sikap -komponen afektifnya. Perasaan adalah segmen emosional atau perasaan dari sebuah
sikap dan tercermin dalam pernyataan seperti "Saya tidak menyukai John
karena ia mendiskriminasi orang-orang minoritas." Akhirnya, perasaan
bisa menimbulkan hasil akhir dari perilaku. Komponen perilaku
dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara
tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
2.6.2 Perilaku
mengikuti sikap
Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang
diterima tentang sikap dan perilaku ditentang
oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian
yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku,
peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau,
paling banyak, hanya berhubungan sedikit. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa sikap memprediksi perilaku masa
depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa
hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel-variabel
pengait.
0020
2.6.3 Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi,
sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan
(Morgan dan King, 1975; Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974,
Gerungan, 2000). Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan
penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam
otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan
nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang
telah ada di dalam otak manusia1. Nilai – nilai baru yang diyakini benar, baik,
indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen
afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan
sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan
dengan hasil penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan
dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan
keinginannya. Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif
atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia
menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek.
Komponen sikap
berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis
sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. Sikap individu
sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka. Jika faktor sikap telah
mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan
perilaku adalah konsisten, sebagaimana yang dikemukan oleh Krech dan Ballacy,
Morgan King, dan Howard.
Keterangan:
komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu
kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga
komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi.
Sikap
seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap tidak
konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang
membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai
yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya, dan sebagainya.
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa pendidikan bukan semata-mata tanggung
jawab lembaga pendidikan.
Seluruh masyarakat dan intansi terkait
harus menunjang pelaksanaan pendidikan. Pendidikan haruslah diletakan pada
kondisi dan situasi yang benar-benar kondusif bagi jalannya proses pendidikan.
Dengan cara demikianlah, sebenarnya secara teoritis dan konseptual, tujuan pendidikan
tercapai. Sebaliknya, jika masyarakat dan seluruh instansi politik dan
pemerintahan tidak mernunjang, maka pendidikan akan mengalami kegagalan. Oleh
karena itu, pengembangan pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh warga
bangsa, dan harus ditunjang oleh komitmen politis dari seluruh warga
bangsa-bangsa.
Keterangan: Ketiga komponen kognitif, afektif, dan
kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap. Sikap secara konsisten
mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, sikap seharusnya konsisten mempengaruhi
perilaku.Jika antara sikap tidak konsisten dengan perilaku, maka terdapat
sistem eksternal yang ikut mempengaruhi konsistensi antara sikap dan perilaku.
Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi
sikap individu dan sikap sosial (Gerungan, 2000). Sikap sosial dinyatakan oleh
cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial, dan biasanya
dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Sedang sikap individu, adalah
sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada
akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seregaman sikap terhadap
suatu obyek. Dalam konteks pemahasan ini, sikap yang dimaksud adalah sikap
individual, mengingat pendidikan yang dihabahas dalam kajian ini menyangkut
proses pendidikan secara individual, mengingat keinginan, kebutuhan, kemampuan,
motivasi, sasaran didik sangat beragam. Untuk kajian lebih lanjut, periksa pada
bahasan proses pendidikan bisnis di bawah.
Sejalan dengan pengertian sikap yang
dijelaskan di atas, dapat dipahami
bahwa:
1) sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan
orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu,
2) sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap
dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar,
3) sikap selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak
berdiri sendiri,
4) sikap dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat
pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis,
5) sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan
atau emosi (Gerungan, 2000).
Mengetahui
karakter sikap semacam ini sangat penting manakala kita akan membahas sikap
secara cermat. Dari sifat ini dapat diketahui bahwa sikap dapat ditumbungkan
dan dikembangkan, melalui proses pembelajaran siswa yang sesuai dengan motivasi,
dan keinginan mereka. Demikian juga, sikap harus diarahkan pada suatu obyek
tertentu, sehingga memudahkan mengarahkan belajar siswa pada sasaran belajar
yang sesuai dengan minat dan keinginannya.
2.6.4 Menumbuhkan dan
Mengembangkan Sikap
Bagaiman sikap dapat ditumbuhkan? Seperti
di atas dijelaskan, bahwa sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui
proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi
dimana terjadi proses tranfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil
belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam
belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa
dapat mempengaruhi sikap (Munandar, 1999). Namun demikian, tingkatan kognisi
yang rendah mungkin saja dapat mempengaruhi sikap, tetapi sangat lemah
pengaruhnya dan sikap cenderung labil. Kami yakin, bahwa proses kognisi yang
dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap secara signifikan, sejalan dengan
taksonomi kognisi Bloom, adalah pada taraf analisis, sintesis, dan evaluasi.
Pada taraf inilah memungkinkan sasaran didik memperoleh nilai-nilai kehidupan
yang dapat menumbuhkan keyakinan yang merupakan kunci utama untuk menumbuhkan
dan mengembangkan sikap. Melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan,
pengalaman, dan nilai ke dalam otak sasaran didik, seperti pendapat Pieget,
pada gilirannya akan menjadi referensi dalam menanggapi obyek atau subyek di
lingkungannya.
Pertanyaan yang muncul, apakah semua informasi dapat
mempengaruhi sikap? Tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. Informasi
yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi
yang bersangkutan (Morgan dan King, 1974; Howard, 1975). Dilihat dari segi isi
informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah
berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan
dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat
siswa sendiri melalui proses belajar. Seperti di atas telah disebutkan, bahwa
untuk dapat memberikan pesan yang persuasif kepada sasaran didik haruslah
dibawa pada obyek telah melalui proses penganalisaan, pensintesisan, serta
penilaian, yang dilakukan sasaran didik untuk memperoleh keyakinan. Langkah ini
akan dapat berhasil manakala dilaksanaan secara individual, dan dibawa ke model
belajar sambil bekerja yang selaras dengan motivasi, minat dan bakat sasaran
didik. Dengan demikian, proses belajar-mengajar klasikal, misalkan dengan
ceramah, efektivitas dalam menumbuhkan sikap perlu dipertanyakan.
Sumber informasi sangat berpengaruh pada
penumbuhan sikap. Di samping informasi dari buku teks, mungkin juga dari fakta
empirik, guru atau pendidik juga merupakan sumber belajar. Kualitas sumber
informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan keyakinan siswa. Karena itu
kualitas informasi sangat menentukan perolehan pengalaman yang memandai, yang dibutuhkan
untuk mengembangkan cakrawala pandang. Demikian juga fakta empirik, harus
diberikan. Fakta empirik merupakan informasi sekaligus bahan belajar yang
sangat berharga yang dapat dipelajari, dianalisis oleh siswa untuk memperoleh
pengalaman dan untuk menambah keyakinan mereka. Di samping itu, guru juga
memiliki peranan yang kuat dalam menumbuhkan sikap, karena gurulah yang
berkomunikasi langsung dan sekaligus merupakan preferensi bagi siswa. Oleh
karena itu, kualitas guru, baik dilihat dari kemampuan, keluasan wawasan,
pengusaaan pengetahuan teoritis dan praktis diperlukan. Di sinilah peran guru sebagai
fasilitator, inovator, motivator, dapat dimainkan.
Dengan demikian, dalam model belajar yang
diharapkan di sini membutuhkan keragaman sumber informasi. Dengan sumber
informasi yang beragam siswa dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan minat,
motivasi, serta bakat mereka. Dengan cara inilah, siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan dan informasi yang akan mereka gunakan untuk penganalisaan situasi
dan fakta untuk mendapatkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi hidupnya.
Selanjutnya, tentang media, bahwa tidak
setiap media informasi dapat mempengaruhi sikap siswa. Karena itu adalah mutlak
bagi guru untuk mencari buku teks maupun sejenisnya yang dapat mempengaruhi
keyakinan siswa. Banyak buku teks yang isinya terlihat diam dan menjemukan. Tidakmenumbuhkan
gairah keingin tahuan, dan tidak dapat mempersuai pembaca. Isi buku teks
hanyalah suatu onggokan konsep dan teori yang boleh dikata, kurang ada
manfaatnya bagi hidup. Oleh karena itu, media informasi haruslah di cari oleh
guru yang benar-benar bisa menumbuhkan gairah keingin tahuan siswa dan bersifat
persuasif. Dengan demikian, di samping buku teks, media informasi lain harus
dicari. Banyak buku- bukufiksi, biografi (misalkan cash-flow Quadrant, chicken
shop, Business Combat), ceritera persaingan Pepsi-Colla dengan Coca-Colla, Raja
Komputer AS Bill Gates, bagaimana perusahaan multinasional dapat mempengaruhi
perekonomian dunia, dan sebagainya.
Mungkin juga hasil-hasil penelitian yang
dipublikasikan dalam internet, jurnal ilmiah, dan sebagainya dapat
dimanfaatkan. Kreativitas guru dalam menumbuhkan keyakinanan siswa sehingga
sikap dapat dibentuk seperti yang harapan siswa sangatlah dibutuhkan,
terlebih-lebih lagi jika dikaitkan dengan usaha untuk menumbuhkan motivasi dan
keinginan yang kuat untuk berkembang, ulet, berani mengambil risiko,
selalumengansipasi perubahan, dan sebagainya. Orientasi guru tidak lagi berorientasi
pada apa yang diharapkan guru, penumpukan konsep dan materi yang berlebihan
yang tidak ada manfaatnya bagi hidup, tetapi harus beorientasi pada apa yang
siswa harapkan dan pengetahuan yang benar-benar bermanfaat bagi hidup siswa
pada masa mendatang. Dengan cara inilah kemungkinan besar pendidikan dapat
membawa ouputnya yang benar-benar memiliki keunggulan, inovatif, jika terjun
dalam dunia kerja.
2.6.5 Kapan Sikap
Ditumbuhkan
Sikap dapat
tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah
berhenti.
Proses akomodasi dan asimilasi
pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses
yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan
besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. Periode
kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun (Sear dalam
Morgan dan King, 1974). Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap
yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai
dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan
pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar
lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun
demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar
yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah,
sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut Sear mengatakan, bahwa
setelah usia 30 tahun sikap relative permanen sehingga sulit berubah (dalam
Morgan dan King, 1974). Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap
dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada
pada SLTP sampai dengan PT. Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung sebagai
pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka
sudah seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk menumbuhkan
sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi
bangsa dan negara.
2.6.6 Kendala Menumbuhkan
Sikap
Kendala
penumbuhan sikap terjadi ketika ada benturan nilai yang diyakini seseorang
dengan nilai yang berkembang di masyarakat. Semua institusi dalam masyarakat
harus dapat menunjang pendidikan. Artinya, masyarakat secara menyeluruh harus
memberikan dukungan terhadap proses pendidikan bisnis. Akan tetapi, dalam
kenyataannya, di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pendidikan
bisnis mungkin mengalami hambatan sosio-budaya, seperti yang dikemukan oleh
Jinghan (1999). Bahkan banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa di Negara sedang
berkembang memiliki ciri yang mendua, di samping menganut faham ekonomi liberal
juga menganut faham sosial (ekonomi campuran). Sifat mendua inilah yang
merupakan kedala bagi kemajuan ekonomi negara dunia ketiga (Todaro, 1997;
Jinghan, 1999). Mungkin sifat mendua inilah yang merupakan salah satu kendala
bagi penumbuhan sikap wirausaha di Indonesia.
Nilai sosio-budaya feodal yang diwarisi
dari penjajahan Belanda sangat kita rasakan pengaruhnya pada orang tua dan
senior kita. Mereka sangat menyukai kemapanan dan alergi terhadap perubahan.
Mereka lupa bahwa tanpa perubahan tidak akan ada perkembangan. Semuanya akan
terlihat statis. Kondisi semacam ini telah diungkap oleh Todaro bahwa budaya dari
penjajahan negara-negara Eropa sangat mempengaruhi pembangunan di negara dunia
ke tiga, termasuk Indonesia (Todaro, 1977). Keinginan orang tua agar anak
menjadi pegawai negeri merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang
merupakan warisan dari penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita.
Mungkin saja anak memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan
tetapi mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak
terpaksa menjadi pengawai negeri.
2.7
Motivasi
Pengertian Motivasi Belajar yang paling sederhana adalah
sesuatu yang menggerakkan orang baik secara fisik atau mental untuk belajar.
Sesuai dengan asal katanya yaitu MOTIF yang berarti sesuatu yang memberikan
dorongan atau tenaga untuk melakukan sesuatu. Karena kita bicara tentang
belajar maka ya sesuatu yang mendorong kita untuk belajar untuk mendapatkan
sesuatu, mungkin sekedar pengetahuan atau efek beruntun dari pengetahuan
tersebut misalnya ketrampilan, efek lanjutannya mungkin kebahagiaan, kepuasan,
kekayaan, kebebasan, dan tentu saja uang ya kalo dihubungkan dengan belajar internet
marketing misalnya.
Dari beberapa website yang ada, misalnya
website Anne Ahira (yang punya Asian Brain)
ditemukan beberapa pengertian motivasi belajar menurut beberapa para ahli.
Hanya saja yang ada adalah pengertian motivasi secara umum, tidak khusus
tentang motivasi belajar. Misalnya, pengertian motivasi menurut Wexly dan Yulk
adalah: pemberian atau penimbulan motif. Sedangkan menurut Mitchell motivasi
mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya,
dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan
tertentu.
Jadi pengertian motivasi adalah suatu
keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang
untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Metode yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode angket dan metode
wawancara. Dengan metode angket penulis dapat mengetahui bagaimana pengaruh
membaca novel ditinjau dari psikologis, pola berpikir, sikap dan motivasi diri
bagi pelajar. Dan dengan metode wawancara penulis dapat mengetahui secara
langsung bagaimana cara bicara pelajar yang suka membaca novel dan mendapatkan
informasi lainnya yang bersangkutan secara langsung.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Penelitian
I ( Penyebaran Angket )
Hari/tanggal :
Sabtu, 21 Januari 2012
Pukul :
10.00 – 11.00 WIB
Tempat : SMK N 1 Merangin
Kegiatan : Menyebarkan angket sebanyak 30
rangkap
3.2.2 Penelitian II ( Wawancara )
Hari/tanggal : Kamis, 26 Januari 2012
Pukul : 21.30 – 22.00 WIB
Tempat : SMA N Titian Teras H. Abdurrahman
Sayoeti
Kegiatan : Wawancara terhadap beberapa siswa
yang
suka
membaca novel.
3.3
Sampel Penelitian
Sampel : 30
orang siswa kelas XI
Populasi : SMK N 1 Merangin
3.4
Prosedur Penelitian
3.4.1
Membuat angket
- Siapkan pertanyaan yang berhubungan dengan judul KI.
- Konsultasikan dengan guru pembimbing materi.
- Ketik dengan aturan yang tepat
- Print angket tersebut
- Gandakan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan
- Sebarkan angket kepada sampel yang telah ditetapkan.
3.4.2 Wawancara
- Siapkan pertanyaan yang berhungan
dengan angket
- Tambahkan pertanyaan yang
diinginkan
- Tentukan narasumber
- Konfirmasikan ke narasumber
- Lakukan wawancara
3.4.3 Penyebaran Angket
- Tetapkan sampel sesuai dengan
judul penelitian
- Konfirmasikan terhadap instansi
atau lembaga yang berhubungan
dengan sampel tersebut
- Sebarkan angket pada jadual yang
ditetapkan
3.5
Analisis Data
Peneliti
menggunakan metode angket dan metode wawancara dalam penelitian ini. Angket
yang dibuat peneliti merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan judul
penelitian peneliti. Di dalam angket terdapat 20 pertanyaan yang mencakup 5
aspek, yaitu psikologis, pola berpikir, cara berbicara, sikap dan motivasi
diri. Wawancara yang dilakukan juga mencakup 5 aspek tersebut. Maka dari itu
penelitian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu satu kali penyebaran angket dan
satu kali wawancara terhadap sampel.
Angket
digandakan sebanyak 30 rangkap. Angket disebarkan di lingkungan SMK N 1
Merangin pada hari sabtu, 21 Januari 2012. Dan diberikan pada siswa kelas XI.
Karena pada masa kelas XI lah dimana siswa masih sering memiliki waktu luang
untuk membaca novel. Data yang didapatkan, 23 dari 30 orang tersebut menyatakan
bahwa mereka suka membaca novel. Setiap pertanyaan dalam angket yang dibuat
peneliti bisa mengandung lebih dari satu aspek. Maka peneliti mendapatkan
persentase setiap pertanyaan dengan rumus :
Keterangan
:
x : Persentasi pengaruh tiap
pertanyaan
Jumlah pemilih : Jumlah pemilih
ya tau tidak tiap pertanyaan
Jumlah keseluruhan : Jumlah
keseluruhan yang memilih suka
membaca
novel atau tidak
Untuk mencari persentasi
pengaruh di setiap aspek, peneliti menggunakan rumus :
Keterangan :
y = Persentasi pengaruh tiap aspek
a = Jumlah persentasi yang
berpengaruh pada suatu aspek
b = Jumlah persentasi keseluruhan
tiap aspek
Tolak ukur yang digunakan peneliti :
è 0-10
% = Tidak memberikan pegaruh
è 10-30
% = Tidak terlalu berpengaruh
è 30-50
% = Sedikit berpengaruh
è 50-80
% = Banyak berpengaruh
è 80-100
% Sangat berpengaruh
Sedangkan untuk mengolah data wawancara,
peneliti tidak menggunakan rumus tertentu. Peneliti hanya menarik kesimpulan
dari tiap narasumber. Dalam wawancara peneliti mendapatkan data yang diperlukan
yang tidak tertera di angket. Wawancara dilakukan pada 2 narasumber yang berada
di SMA N Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi Jambi. 2 narasumber yang
terdiri dari 1 orang yang suka membaca novel sedangkan 1 orang lainnya tidak.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Jumlah
angket keseluruhan : 30 rangkap
Yang
menyukai novel : 23 dari 30 rangkap
Yang
tidak menyukai membaca novel : 7 dari 30 rangkap
4.1.1 Hasil data siswa yang suka membaca novel
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
Novel
adalah suatu kebutuhan
|
34.8 %
|
65.2 %
|
Merasa
seperti memerankan tokoh dalam novel ketika membacanya
|
65.2 %
|
34.8 %
|
Sering
mengkhayal setelah sering membaca novel
|
95.6 %
|
3.4 %
|
Membaca
novel dapat mempengaruhi mood
|
56.5 %
|
43.5 %
|
Suka
membaca novel ketika pembelajaran berlangsung
|
34.7 %
|
65.3 %
|
Tetap
melanjutkan bacaan ketika ada tugas lain
|
8.7 %
|
91.3 %
|
Dengan
seringnya membaca novel dapat mempengaruhi keputusan yang diambil
|
30.4 %
|
69.6 %
|
Mementingkan
novel daripada belajar
|
39.1 %
|
60.9 %
|
Menabung
demi mengoleksi novel yang disukai
|
26 %
|
74 %
|
Suka
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
|
52.1 %
|
47.9 %
|
Suka
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menulis
|
73.9 %
|
26.1 %
|
Suka
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan berbicara kepada orang lain
|
95.6 %
|
4.4 %
|
Novel
mempengaruhi cara berpikir
|
34.8 %
|
65.2 %
|
Semenjak
membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan
|
78.3 %
|
21.7 %
|
Guru
menemukan siswa sedang membaca novel saat belajar
|
8.7 %
|
91.3 %
|
Pernah
terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel
|
95.7 %
|
4.3 %
|
Selalu
menggunakan waktu luang untuk membaca novel
|
56.5 %
|
43.5 %
|
Dengan
membaca novel mendapatkan motivasi bagi diri
|
95.7 %
|
4.3 %
|
Novel
adalah sumber motivasi utama
|
34.8 %
|
65.2 %
|
4.1.2 Data hasil siswa yang tidak suka membaca novel
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
Novel
adalah suatu kebutuhan
|
0%
|
100 %
|
Merasa
seperti memerankan tokoh dalam novel ketika membacanya
|
0 %
|
100 %
|
Sering
mengkhayal setelah sering membaca novel
|
0 %
|
100 %
|
Membaca
novel dapat mempengaruhi mood
|
0 %
|
100 %
|
Suka
membaca novel ketika pembelajaran berlangsung
|
0 %
|
100 %
|
Tetap
melanjutkan bacaan ketika ada tugas lain
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Dengan
seringnya membaca novel dapat mempengaruhi keputusan yang diambil
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Mementingkan
novel daripada belajar
|
0 %
|
100 %
|
Menabung
demi mengoleksi novel yang disukai
|
0 %
|
100 %
|
Suka
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
|
42.9 %
|
57.1 %
|
Suka
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menulis
|
71.4 %
|
23.6 %
|
Suka
untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan berbicara kepada orang lain
|
57.1 %
|
42.9 %
|
Novel
mempengaruhi cara berpikir
|
28.8 %
|
71.2 %
|
Semenjak
membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Guru
menemukan siswa sedang membaca novel saat belajar
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Pernah
terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Selalu
menggunakan waktu luang untuk membaca novel
|
14.3 %
|
85.7 %
|
Dengan
membaca novel mendapatkan motivasi bagi diri
|
0 %
|
100 %
|
Novel
adalah sumber motivasi utama
|
0 %
|
100 %
|
4.1.3 Data hasil pengaruh tiap aspek bagi siswa yang suka
membaca novel
Aspek
|
Besar Pengaruh
|
Keterangan
|
Psikologis
|
|
|
Pola
Berpikir
|
|
|
Cara
berbicara
|
|
|
Sikap
|
|
|
Motivasi
|
|
|
4.1.4 Data hasil pengaruh tiap aspek bagi siswa yang
tidak suka membaca
novel
Aspek
|
Besar Pengaruh
|
Keterangan
|
Psikologis
|
|
|
Pola
Berpikir
|
|
|
Cara
berbicara
|
|
|
Sikap
|
|
|
Motivasi
|
|
|
4.
2 Pembahasan
4.2.1
Psikologis
4.2.1.1
Siswa yang menyukai membaca novel
Dari
30 angket yang disebarkan penulis, 23 diantara memilih menyukai membaca novel. Akan
tetapi, 65 % diantara mereka merasa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi, karena
sebagian menyatakan demikian maka kebutuhan akan suatu novel tidak terlalu
berpengaruh terhadap psikologis siswa.
65
% dari sampel juga menyatakan bahwa mereka akan mengkhayal ketika membaca
novel. Hal tersebut akan berdampak terhadap psikologisnya dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satunya mereka akan terus menerus mengkhayal. Hal tersebut
terbukti dengan 96 % siswa akan sering mengkhayal setelah membaca novel.
Dengan
membaca novel tentunya akan mempengaruhi mood seseorang. Dari hasil yang
didapat, 57 % siswa akan mudah terpengaruh moodnya ketika membaca novel.
Mengapa demikian ? Karena ketika kita membaca novel, naluri kita akan mengikuti
apa yang dirasakan oleh tokoh tersebut. Hal ini terbukti dengan 91 % dari
sampel akan terlarut dalam kesedihan jika membaca novel yang mengharukan. Dan
hal itu bisa membuat perasaan kita peka terhadap lingkungan sekitar. Contohnya
dari 65 % sampel yang suka membaca novel ketika proses pembelajaran
berlangsung, maka siswa akan mudah marah jika ada sesuatu yang mengganggunya
yang membuat ia menjadi sensitive. Hal itulah terkadang yang membuat seseorang
bisa bad mood ketika membaca novel.
Semenjak
membaca novel, siswa ada yang senang mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan
menulis. Dan ada juga yang senang mengungkapkannya dengan berbicara kepada
orang lain. Dari data yang didapat, 73.9 % suka memendam apa yang ia rasakan
dan 95.6 % suka untuk mengungkapkannya secara langsung. Hal itu menunjukkan
salah satu pengaruh membaca novel bagi psikologis siswa.
Dengan
mulai berpikir ke depan maka siswa mulai mempersiapkan dirinya untuk apa yang
direncanakan. Maka hal itu dapat membuat siswa makin berkembang, baik dalam
pola pikir maupun psikologisnya. Dengan membaca novel, hal itu mungkin saja
terjadi. Tetapi, bisa saja tidak. Sebanyak 35 % siswa menyatakan demikian.
Novel
yang menceritakan yang sedih dapat mempengaruhi psikologis siswa. Ada siswa
yang terlarut hingga mengganggu konsentrasi belajar. Sebanyak 95.7 % siswa
menyatakan mereka terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel yang sedih. Hal
itu menyebabkan psikologis siswa menjadi pribadi yang peka akan apa yang
dirasakan oleh orang lain.
Namun,
berbeda ketika siswa menggunakan waktu luangnya untuk membaca novel. Siswa
tersebut akan jarang berinteraksi dengan lingkungannya. Sebanyak 56.5 %
mengalami hal demikian. Sehingga siswa bisa menjadi kurang peka terhadap
lingkungan sekitarnya.
4.2.1.2 Siswa
yang tidak suka membaca novel
Dari 30 siswa yang menjadi sampel, 7 diantaranya
menyatakan bahwa mereka tidak suka membaca novel. Dan seluruhnya juga
menyatakan bahwa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi, tidak mengganggu psikologis
siswa.
4.2.2
Pola Berpikir
4.2.2.1 Siswa yang suka membaca novel
Sebanyak
95.6 % siswa sering menghayal setelah membaca novel. Hal itu berpengaruh
terhadap pola piker siswa. Siswa akan sering berimajinasi dan bisa berlatih
untuk berimajinasi setelah membaca novel. Hal seperti itu terjadi ketika siswa
membaca novel ia merasa seperti memerankan tokoh yang ada.
56.5
% siswa bisa terpengaruh mood-nya setelah membaca novel. Hal tersebut bisa
berdampak baik dan buruk. Bisa saja ia menjadi good mood atau justru
sebaliknya. Jika ia bad mood, maka pola pikirnya menjadi pendek. Karena saat
siswa menjadi bad mood, ia akan mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
Konsentrasi
siswa yang suka membaca novel bisa saja tetap dan bisa saja terpecah. Sebanyak
34.7 % senang membaca novel ketika pembelajaran berlangsung. Dengan demikian,
maka siswa akan kehilangan konsentrasi belajarnya karena ia akan focus terhadap
novelnya. Dan ketika 39.1 % siswa mementingkan membaca novel daripada belajar,
maka konsentrasinya akan terbagi juga. Sehingga tidak fokus terhadap pelajaran.
Dan novel bisa sangat mengganggu konsentrasi ketika siswa menggunakan waktu
luangnya untuk membaca novel.
Hanya
sebanyak 34.8 % yang pikirannya terpengaruh karena membaca novel. Sedangkan
selebihnya merasa tidak terganggu.
Sebanyak
78.3 % siswa yang membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan. Dengan
demikian pola pikir siswa sudah berkembang dan mulai berpikir panjang.
Wawasannya juga menjadi luas oleh karena sering membaca novel.
4.2.2.2 Siswa yang tidak suka membaca novel
4.2.3
Cara Berbicara
4.2.3.1 Siswa yang suka membaca novel
Sebanyak
52.1 % siswa menyukai berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar setelah membaca novel. Dan dengan menceritakan apa yang ia rasakan dengan
berbicara, maka secara tidak langsung tutur katanya menjadi teratur. Ketika
siswa memberi nasihat kepada orang lain, kata-kata yang ia ucapkan biasanya
kata yang pernah dibacanya. Dan kebanyakan orang yang suka membaca novel dapat
menjadi seorang motivator.
4.2.3.2 Siswa yang tidak suka membaca novel
Lebih
dari separuh sampel menyatakan bahwa mereka juga suka berbicara kepada orang
lain tentang apa yang mereka rasakan. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa cara bicara antara siswa yang suka membaca novel dengan yang tidak terletak
saat mereka memberikan saran kepada orang lain.
4.2.4
Sikap
4.2.4.1 Siswa yang suka membaca
novel
Dari data yang didapatkan, lebih dari separuh siswa
menyatakan novel adalah bukan suatu kebutuhan. Maka hal tersebut tidak terlalu
berdampak bagi sikap siswa. Mereka tidak akan terlalu menuntut untuk membeli
sebuah novel.
Siswa yang senang membaca novel biasanya lebih sering termenung
dibandingkan dengan siswa yang tidak suka membaca novel. Hal itu terbukti
dengan 95.6 % siswa sering mengkhayal setelah membaca novel. Dan ketika
pembelajaran berlangsung siswa bisa saja tidak menyimak apa yang disampaikan
oleh guru karena ia termenung.
Sebanyak 56.5 % siswa bisa terpengaruh mood-nya ketika ia
membaca novel. Itu akan berdampak pada orang sekitarnya ketika ia bad mood,
maka ia akan tidak peduli dan berlaku kasar kepada orang yang mengganggunya. Itulah
dampak negative dari membaca novel.
Siswa yang
karena terlau senang membaca novel, akan malas mengerjakan tugas dari sekolah.
Karena ia akan terus memikirkan bacaannya. Namun, hanya 8.7 % yang mengalami
demikian.
Salah satu keuntungan yang bisa didapat ketika kita menabung
untuk membeli novel yang kita suka, kita dapat belajar untuk berhemat. sebanyak
26 % siswa dari sampel mengalami hal demikian.
Siswa juga juga bisa menjadi pendiam ketika ia sering
mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan menulis. Berbeda dengan siswa yang
senang mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan berbicara dengan orang lain,
maka siswa tersebut akan
4.2.4.2 Siswa yang tidak suka
membaca novel
Seluruh siswa yang menyatakan bahwa mereka tidak
suka membaca novel, mereka menyatakan bahwa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi,
tidak banyak yang berbeda.
4.2.5
Motivasi Diri
4.2.5.1 Siswa yang suka membaca novel
Dengan membaca novel, kita bisa
membaca banyak cerita yang menginspirasi. Dari cerita itulah dapat menjadi
semangat dalam hidup kita. Bagi siswa yang
suka membaca novel, ia dapat menarik hal positif seperti itu. Karena
mereka merasa mendapat semangat baru dari membaca tersebut. Sebanyak 95.7 %
siswa menyatakan bahwa novel dapat member motivasi dalam belajar. Akan tetapi
hanya 33.8 % yang menyatakan bahwa novel adalah sumber motivasi utama.
4.2.5.2 Siswa yang tidak suka membaca novel
Bagi siswa yang tidak suka membaca novel,
ia tidak mendapat motivasi dari novel. Hal tersebut terbukti dengan tidak ada
satupun dari siswa yang menjadi sampel yang menyatakan bahwa ia mendapatkan
motivasi bagi dirinya.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1
Siswa dapat memilih dan memilah dalam membaca novel dengan mempertimbangkan dampaknya dalam kehidupan.
5.2.2
Dapat menjadi kajian bagi tenaga pengajar dalam menanggapi siswa yang membaca
novel
5.2.3
Daftar Pustaka
Lampiran
Angket
Petunjuk :
-
Lingkari jawaban yang Anda pilih
-
Jawablah sesuai dengan yang Anda
rasakan.
Pertanyaan :
1. Apakah
Anda suka membaca novel ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah
Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
a. Ya
b. Tidak
3. Ketika
Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam
novel yang Anda baca ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah
Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah
dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah
Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah
Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah
dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
a. Ya
b. Tidak
9. Pernahkah
Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
a. Ya
b. Tidak
10. Pernahkah
Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah
Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang
yang Anda percaya ?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah
novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah
semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
a. Ya
b. Tidak
16. Pernahkah
guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
a. Ya
b. Tidak
17. Pernahkah
Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
a. Ya
b. Tidak
18. Apakah
Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
a. Ya
b. Tidak
19. Apakah
dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
a. Ya
b. Tidak
20. Apakah
motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam
hidup Anda ?
a. Ya
b.
Tidak
Suka
21. Apakah
Anda suka membaca novel ?
c. Ya
(23) = 100%
d. Tidak
(0) = 0%
22. Apakah
Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
c. Ya
(8 ) = 34.8%
d. Tidak
( 15 ) = 65.2%
23. Ketika
Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam
novel yang Anda baca ?
c. Ya
(15 ) = 65.2 %
d. Tidak ( 8 ) = 34.8 %
24. Apakah
Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
c. Ya
( 22 ) = 95.6 %
d. Tidak
( 1 ) = 4.4 %
25. Apakah
dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
c. Ya
( 13 ) = 56.5 %
d. Tidak
( 10 ) = 43.5 %
26. Apakah
Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
c. Ya
( 8 ) = 34.7 %
d. Tidak
( 15 ) = 65.3 %
27. Apakah
Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
c. Ya
( 2 ) = 8.7 %
d. Tidak
( 21 ) = 91.3 %
28. Apakah
dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
c. Ya
( 7 ) = 30.4 %
d. Tidak
( 16 ) = 69.6 %
29. Pernahkah
Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
c. Ya
( 9 ) = 39.1 %
d. Tidak ( 14 ) = 60.9 %
30. Pernahkah
Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
c. Ya
( 6 ) = 26 %
d. Tidak
( 17 ) = 74 %
31. Apakah
Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
c. Ya
(12 ) = 52.1 %
d. Tidak
(11) = 47.9 %
32. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
c. Ya
(17) = 73.9 %
d. Tidak
(6) = 26.1 %
33. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang
yang Anda percaya ?
c. Ya
(22) = 95.6 %
d. Tidak
(1) = 4.4 %
34. Apakah
novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
c. Ya
(8) = 34.8 %
d. Tidak
(15) = 65.2 %
35. Apakah
semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
c. Ya
(18) = 78.3 %
d. Tidak
(5) = 21.7 %
36. Pernahkah
guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
c. Ya
(2) = 8.7 %
d. Tidak
(21) = 91.3 %
37. Pernahkah
Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
c. Ya
(22) = 95.7 %
d. Tidak
(1) = 4.3 %
38. Apakah
Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
c. Ya
(13) = 56.5 %
d. Tidak
(10) = 43.5 %
39. Apakah
dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
c. Ya
(22) = 95.7 %
d. Tidak
(1) = 4.3 %
40. Apakah
motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam
hidup Anda ?
c. Ya
(8) =34.8 %
d.
Tidak (15) = 65.2 %
Tidak Suka
41. Apakah
Anda suka membaca novel ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
( 7 ) = 100 %
42. Apakah
Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
e. Ya
( 0 ) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
43. Ketika
Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam
novel yang Anda baca ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
44. Apakah
Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
45. Apakah
dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
46. Apakah
Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
47. Apakah
Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(7) = 85.7 %
48. Apakah
dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(6) = 85.7 %
49. Pernahkah
Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
50. Pernahkah
Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
51. Apakah
Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
e. Ya
(3) = 42.9 %
f. Tidak
(4) = 57.1 %
52. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
e. Ya
(5) = 71.4 %
f. Tidak
(2) = 23.6 %
53. Apakah
Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang
yang Anda percaya ?
e. Ya
(4) = 57.1 %
f. Tidak
(3) = 42.9 %
54. Apakah
novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
e. Ya
(2) = 28.8 %
f. Tidak
(5) = 71.2 %
55. Apakah
semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(6) = 85.7 %
56. Pernahkah
guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(6) = 85.7 %
57. Pernahkah
Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(6) = 85.7 %
58. Apakah
Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
e. Ya
(1) = 14.3 %
f. Tidak
(6) = 85.7 %
59. Apakah
dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
e. Ya
(0) = 0 %
f. Tidak
(7) = 100 %
60. Apakah
motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam
hidup Anda ?
e. Ya
(0) = 0 %
f.
Tidak (7) = 100 %