Sabtu, 27 Oktober 2012

Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar



Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar.

Disusun oleh
Mikha Meilinda Christina
XI IPA 3

Diajukan untuk Mengikuti Lomba Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) Tahun 2012

SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi Jambi
Tahun Pelajaran 2011/2012

Halaman Pengesahan
Karya Ilmiah ini berjudul Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar. disusun oleh Mikha Meilinda Christina. Dengan guru pembimbing oleh Eka Aditya Kusuma telah diperiksa dengan disetujui oleh:

                                                                                                                                                          Pijoan, … Januari 2012
Mengetahui                                                                     
Pembimbing Materi                                                          Pembimbing Teknis
                                                                                                                                 

Tuti Alawiyah, S.Sos.                                                                         Eka Aditya Kusuma, S.Pd

                                                            Diketahui
                                             Kepala SMAN Titian Teras
                                                H. Abdurrahman Sayoeti


                                             Drs. Edy Purwanta, M.Pd
                                              NIP. 196411271990031005


ABSTRAK


Christina, M, C, 2012, Dampak Membaca Novel Ditinjau dari Psikologis, Pola Berpikir, Cara Berbicara, Sikap dan Motivasi Diri Bagi Pelajar,  IPA Guru Pembimbing Materi Tuti Alawiyah, S.Sos.

Novel adalah salah satu media bacaan yang digemari sebagian orang. Terutama di kalangan pelajar. Novel dapat memberikan dampak bagi pelajar. Baik dampak baik maupun dampak buruk. Hal tersebut berdampak pada banyak aspek dalam kehidupan. Akan tetapi, peneliti hanya meneliti dampaknya pada beberapa aspek, yaitu psikologis, pola berpikir, cara berbicara, sikap dan motivasi diri. Peneliti melakukan penelitian dengan 2 metode, yaitu metode angket dan metode wawancara yang dilakukan pada siswa kelas XI SMA atau setingkatnya. Peneliti mengkaji hal ini karena beberapa kasus guru yang menemukan siswanya sedang membaca novel ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan adanya karya ilmiah ini diharapkan bisa menjadi kajian terhadap siswa maupun tenaga pengajar.

KATA PENGANTAR
            Segala puji senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat dan karunia yang tak pernah putus sehingga saya bisa menyelesaikan penelitian ini di tengah kesibukan yang amat banyak. Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1.      Bapak Drs. Edy Purwanta, M. Pd. selaku Kepala SMAN Titian Teras H.Abdurrahman Sayoeti  yang telah mendukung dalam penelitian ini
2.      Ibu Eka Aditya Kusuma, S. Pd. sebagai pembimbing teknis,
3.      Ibu Tuti Alawiyah, S. Sos. sebagai pembimbing materi.
4.      Kedua orang tua yang telah member motivasi maupun membantu dalam proses penelitian.
5.      Kerabat yang ada di SMK N 1 Merangin
6.      Semua teman-teman SMAN Titian Teras H Abdurahman Sayoeti.
            Meskipun objek penelitian ini hanya mencakup bahasan kecil, akan tetapi pada dasarnya penelitian ini diajukan kepada semua pembaca yang ingin menambah wawasan pengetahuan dan bermanfaat bagi banyak orang. Atas dasar itulah, saya memandang perlunya penelitian ini dilaksanakan karena pembaca bisa mengambil manfaat yang lebih banyak lagi dari penelitian ini.
            Semoga dengan adanya penelitian ini menjadi salah satu sumber ilmu yang baik bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan khususnya dampak membaaca novel bagi pelajar ditinjau dari beberapa sudut. Amin

                                                                                                Jambi, … Januari 2012

                                                                                                      Penulis


DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….    ii
ABSTRAK  ………………………………………………………………….      iii 
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….     4  
BAB 1 PENDAHULUAN ……..…………………………………………….    7
1.1 Latar Belakang ….………………………………………………..     7  
1.2 Rumusan Masalah ..………………………………………………     8  
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………      8  
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………. 8
BAB II  KAJIAN PUSTAKA  ……………..…………………………………  10
2.1 Novel ……………………………….…............................................. 9
2.2 Pelajar ………………………………………………………............. 9  
2.3 Remaja  ..…………………………………………………................. 9
2.4 Psikologis ……………………………………………....................... 11
2.5 Pola Berpikir ....................................................................................... 14
2.6 Cara Berbicara..................................................................................... 16
2.7 Sikap ................................................................................................... 18
2.8 Motivasi............................................................................................... 26
BAB  III METODOLOGI PENELITIAN ...…………………………………   28
3.1 Rancangan penelitian ……………………………………………..    28
3.2 Tempat dan Waktu ……………………………………………….     28
3.3 Alat dan Bahan …………………………………………………..     28
3.4 Sampel Penelitian ………………………………………………....... 29
3.5 Prosedur Penelitian ………………………………………………      29
3.6 Analisis Data ………………………………………………………   30
BAB  IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….  32
4.1 Hasil ………………………………………………………………    32
4.2 Pembahasan ………………………………………………………     34
BAB V PENUTUP …………………………………………..………………     40
5.1 Kesimpulan  ………………………………………………………     40
5.2 Saran  ……………………………………………………………       40
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………       41
LAMPIRAN ………………………………………………………………..       42

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai berbagai media bacaan. Media bacaan tersebut merupakan sastra yang telah mengalami perkembangan. Sastra ada yang bersifat menghibur, mengarah dan sebagai motivasi. Beberapa jenis sastra yang sering kita jumpai adalah hikayat, novel, cerpen, pantun, gurindam dan lain sebagainya. Novel adalah salah satu buku bacaan yang sering kali kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan perkembangan bahasa yang digunakan. Dimana buku sastra lama menggunakan bahasa yang agak sulit dipahami oleh kalangan masyarakat sekarang.
Persentase pembelian novel lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase pembelian buku hikayat, puisi dan lain sebagainya. Dan kalangan masyarakat yang banyak membeli novel adalah kalangan pelajar terutama pelajar remaja. Dengan salah satu alasan cerita yang dilampirkan oleh pengarang hampir sama dengan kejadian yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekali guru menemukan siswanya sedang membaca novel ketika proses pembelajaran berlangsung. Dan banyak juga pengaruh yang ditimbulkan oleh karenanya. Ada beberapa siswa yang memposisikannya sebagai motivasi belajar. Namun, tidak dapat dipungkiri pula apabila hal tersebut membawa dampak buruk bagi siswa. Dan salah satu alasan mereka dapat membaca novel adalah karena mereka memiliki waktu luang untuk membaca.
Berbeda sekali dengan kalangan masyarakat yang telah beranjak dewasa dan yang telah bekerja. Jarang sekali ditemukan orang dewasa yang senang membaca novel. Dan salah satu penyebabnya adalah mereka sibuk untuk bekerja dan kalaupun ada waktu luang mereka jarang menggunakannya untuk membaca novel.
Berdasarkan pengamatan penulis, sebagian besar pelajar sekarang lebih memilih untuk membaca novel dibandingkan membaca buku pelajaran yang dianggap mereka membosankan. Dan pastinya itu memiliki dampak baik dan dampak tidak baik bagi pelajar. Maka dari itu, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh membaca novel bagi pelajar.
1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap psikologis pelajar ?
1.2.2        Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap pola berpikir pelajar ?
1.2.3        Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap cara berbicara pelajar ?
1.2.4        Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap sikap pelajar ?
1.2.5        Bagaimana pengaruh membaca novel terhadap motivasi yang dimiliki pelajar ?
1.3         Tujuan Penelitian
1.3.1        Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap psikologis pelajar.
1.3.2        Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap pola berpikir pelajar.
1.3.3        Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap cara berbicara pelajar.
1.3.4        Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap sikap pelajar.
1.3.5        Mengetahui pengaruh membaca novel terhadap motivasi yang dimiliki oleh pelajar.

1.4         Manfaat Penelitian
Bagi peneliti :
1.4.1        Dapat menambah wawasan penulis.
Bagi masyarakat :
1.4.2        Dapat menjadi kajian terhadap pelajar yang suka membaca novel.
1.4.3        Dapat menjadi kajian terhadap guru dalam menyelesaikan masalah yang bersangkutan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Novel
     Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah atau sepotong berita".
Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.
Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.
2.2 Pelajar
Inilah pengertian siswa atau pengertian murid atau pengertian pelajar. Adapun informasi tentang pengertian siswa ini diperoleh blog Karo Cyber Community dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. 
Siswa adalah murid (terutama pd tingkat sekolah dasar dan menengah); pelajar: -- SMU
Sementara pengertian Murid adalah sebagai berikut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): 
mu·rid n orang (anak) yg sedang berguru (belajar, bersekolah)

2.3 Remaja
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.    
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
2.3.1 Permasalahan diri pada remaja
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1.      Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2.      Ketidakstabilan emosi.
3.      Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4.      Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5.      Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6.      Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7.      Senang bereksperimentasi.
8.      Senang bereksplorasi.
9.      Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10.  Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.
            2.3.2  Perkembangan Kognitif Psikologi Remaja
     Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 thn secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut
a. Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak
b. Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah
c. Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak
d. Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis
e. Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja
f. Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi
g. Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri)
            2.3.3 Perkembangan Emosi Psikologi Remaja
     Remaja mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan emosi tingkat tinggi. Perkembangan emosi remaja awal menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung). Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yangberkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnyaterhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatif berupa tingkah laku “salah suai”, misalnya : psikologi remaja
1) Agresif : melawan, keras kepala, berkelahi, suka menggangu dan lain-lainnya
2) Lari dari kenyataan (regresif) : suka melamun, pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat penenang, minuman keras, atau obat terlarang.
     Sedangkan remaja yang tinggal di lingkungan yang kondusif dan harmonis dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi :
1) Adekuasi (ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang, simpati, altruis (senang menolong), respek (sikap hormat dan menghormati orang lain), ramah, dan lain-lainnya
2) Mengendalikan emosi : tidak mudah tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, tidak meledak-ledak, menghadapi kegagalan secara sehat dan bijak.
            2.3.4 Perkembangan Sosial Psikologi Remaja
Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
            2.3.5 Pekembangan Moral Psikologi Remaja
     Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain).
            2.3.6 Perkembangan Sosial Psikologi Remaja
     Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
            2.3.7 Perkembangan Kepribadian Psikologi Remaja
     Isu sentral pada remaja adalah masa berkembangnya identitas diri (jati diri) yang bakal menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan problem “siapa saya?” (Who am I ?). Terkait dengan hal tersebut remaja juga risau mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan. Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi remaja) adalah :
1) Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi untuk berperilaku dewasa pula
2) Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan emosi-emosi baru
3) Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali obsesi dan cita-citanya
4) Kebutuhan interaksi dan persahabatan lebih luas dengan teman sejenis dan lawan jenis
5) Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami, mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri
Tindakan antisipasi remaja akhir adalah:
1) Berusaha bersikap hati-hati dalam berperilaku dan menyikapi kelebihan dirinya
2) Mengkaji tujuan dan keputusan untuk menjadi model manusia yang diidamkan
3) Memperhatikan etika masyarakat, kehendak orang tua, dan sikap teman-temannya
4) Mengembangkan sikap-sikap pribadinya

2.4 Pola Berpikir
     Kita melihat banyak orang terpenagaruh pada berbagai macam pola pikir. Pola pikir dapat pula mempengaruhi orang yang “non-verbal”. Pola pikir adalah kecenderungan manusiawi yang dinamis, ia dapat mempengaruhi siapa saja; ia dapat membantu kita, dapat pula merugikan kita.
Ada orang dengan pola pikir perfeksionis. Kita menilai diri kita begitu tajam sehingga sekilas kita tidak berani mencoba sesuatu yang tidak kita kuasai dengan sangat sempurna.
Ada orang dengan pola pikir obsesif, mengingat terus menerus sesuatu yang menakutkan kita sehingga kita menteror diri sendiri sampai rasa takut itu menjadi jauh lebih besar dari diri kita sendiri dan akhirnya kita berhenti sambil meyakini bahwa semuanya adalah malapetaka.
Ada juga orang dengan pola pikir pesimis. Kita meyakini bahwa kita telah dikutuk. Bagaimanapun kerasnya kita berusaha tapi yang datang selalu hal hal buruk. Kitapun tidak mampu melihat atau peduli akan keberhasilan kita karena kita memilih untuk hanya melihat pada kegagalan kita.
Ada orang dengan pola pikir bergantung pada orang lain. Kita sangat ingin untuk bebas tapi dilain pihak kita merasa bahwa hanya orang lain yang dapat menyelamatkan kita. Kita berpikir bahwa mereka mencintai kita karena mereka telah menyelamatkan kita. Kita merasa takut kehilangan hubungan baik yang telah lama dibina. Kita mendambakan kebebasan tapi kita sangat merasa tidak aman jika tidak bergantung pada mereka; takut mereka akan menelantarkan kita.
Ada orang dengan pola pikir “saling membutuhkan”. Kita memfokuskan diri untuk mencintai orang lain dan membuat orang yang dicintai menjadi bergantung pada kita dengan mencurahkan segala perhatian dan perasaan cinta kita kepadanya. Yang dicintai merasa orang lain tidak dapat mencintai-nya kecuali kita, Pada akhirnya orang yang kita cintai merasa tidak berdaya
Ada orang dengan pola pikir membenci diri sendiri / suka melukai diri sendiri. Kita membuat diri kita sendiri menjadi seorang pesimis lalu melakukan hal yang sama pada orang lain. Tetap bertahan untuk tidak merubah diri bahkan mempengaruhi orang lain dengan cara menakut-nakuti bahwa akan ada sesuatu yang berbahaya apabila kita keluar dari pola pikir yang lama.
Ada orang dengan pola pikir birokrat/dogmatik, memaksakan kehendaknya untuk mengikuti aturan dan merasa kita yang paling tahu segalanya
Tapi kita juga dapat mempunyai pola pikir yang baik dan konstruktif.
Kita dapat memiliki pola pikir yang optimistis. Kita percaya bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Semua dapat dilakukan secara bertahap, biar lambat asal selamat maka kita akan berhasil melakukan sesuatu yang teramat sulit
Kita juga dapat memilih pola pikir seorang yang realistis. Dapat mengalahkan rasa takut dan hal-hal negatif dan melihat sesuatu tanpa menggunakan emosi lalu membuat rencana secara bertahap dengan penuh rasa percaya diri
Kita juga dapat mempunyai pola pikir Taoisme. Bahwasanya hitam tidak selalu jelek dan putih tidak selalu baik. Sesuatu yang jelek dapat sangat bermanfaat jika ada pada situasi yang tepat. Bahwa sesuatu yang kelihatan-nya baik mungkin dapat mencelakakan kita. Selalu berada dijalur tengah, berjalan dengan sendirinya tanpa diatur, tanpa emosi, menerima apa adanya tanpa penyesalan Ini merupakan cara terbaik untuk meraih kebahagiaan. Yang perlu kita pikirkan atau kuatirkan adalah saat sekarang ini, menit ini, detik ini, bukan kemarin ataupun esok hari. Semua langkah kita dapat dilakukan dengan benar jika kita tidak merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan hal-hal menakutkan yang belum terjadi atau memikirkan bahwa kita akan gagal. Jika kita dapat memfokuskan diri kita pada saat sekarang maka kita akan dapat jauh lebih sukses.
Kita juga dapat mempunyai pola pikir seorang yang mandiri. Tidak terlalu memikirkan perasaan orang lain sehingga orang lain dapat merasa bebas. Kita semua dapat menggali kemampuan diri secara bertahap sesuai kemampuan masing-masing tanpa harus mempunyai perasaan bersalah, rasa malu ataupun rasa terbebani.
Setiap saat kita dapat menentukan pilihan untuk merubah pola pikir apakah kita akan tetap dengan pola pikir yang positif atau pola pikir yang negative.
Pola pikir yang merusak diri ternyata dapat dirubah sehingga kita dapat bekerja dengan lebih baik, dapat menguatkan sesama, pemaaf, mandiri, dapat mengekspresikan diri dan punya cita-cita.
Pikiran merupakan hamba yang sangat berguna namun merupakan majikan yang paling kejam. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan pikiran anda.manusia adalah satu-satunya mahluk di dunia ini yang memiliki kemampuan berpikir mengenai proses berpikir. Istilah teknisnya adalah metakognisi.Sangat banyak orang yang tidak sadar, tidak tahu, pura-pura tidak tahu, atau bahkan tidak mau tahu bahwa mereka sebenarnya memiliki kemampuan ini. Dan oleh sebab itu mereka tidak pernah sadar bahwa seumur hidup mereka telah menjadi budak atau hamba dari pikiran mereka sendiri.
Pola berpikir seseorang biasanya mengikuti cara pola berpikir kebanyakan orang yaitu pola pikir mengejar perhargaan/ membela diri/ membuat alasan2/ mengucilkan diri, dll.
2.5 Cara Berbicara
     Cara berbicara merupakan salah satu bagian yang menyenangkan dari kepribadian seseorang adalah kemampuan untuk bisa berbicara dengan baik. Seseorang yang bisa mengekspresikan diri dengan jelas dan tidak samar akan lebih unggul daripada yang tidak bias. Faktanya, kemampuan berbicara adalah kualitas yang paling menonjol yang bisa dicatat seseorang untuk membukakan jalan baginya menuju semua jenis kesuksesan dan dalam semua bidang pekerjaan.
Cara ekspresi terbaik yang bisa dipakai orang-orang yang terlibat percakapan adalah mengekspresikan pemikiran dengan jalan pintas tanpa berbelit-belit. Tetapi, itu bukan berarti berbicara dengan sangat cepat dan tergesa-gesa bisa membuat seseorang lebih cepat dan menemukan jalan pintas untuk mengekspresikan pikirannya. Yang paling impresif bukanlah orang yang berbicara dengan kecepatan tinggi, tetapi orang yang berbicara dengan jelas, dengan memikat dan dengan kepercayaan diri. Karena itu, jangan berpikiran untuk memuntahkan segala pemikiran dalam waktu secepat mungkin, tetapi manfaatkan waktu serasional mungkin untuk mengungkapkan pikiran. Kalau waktunya mendesak, boleh bicara singkat, padat dan cepat. Kalau ada banyak waktu, ya bicaralah dengan lebih santai, tenang dan jelas.
Orang yang terlalu aktif berbicara akan berusaha memusatkan pembicaraan pada dirinya sendiri. Ia tidak akan berhenti bicara kecuali hanya untuk menarik napas. Setelah itu, ia memulai lagi segalanya dengan penuh nafsu sehingga seolah-olah orang lain tidak punya apa pun untuk dibicarakan. Bagi beberapa orang, kondisi ini bisa menjadi tekanan mental dan fisik. Jadi, sikap terlalu aktif berbicara ini harus dihilangkan karena bisa menimbulkan tekanan pada pihak tertentu.
Cara berbicara yang buruk juga merupakan kendala dalam percakapan. Cara berbicara yang buruk atau tidak efektif bisa berbentuk bermacam-macam tipe. Misalnya: bicara yang tanpa tujuan, bicara yang tanpa jeda, bicara yang diulang-ulang, bicara yang tergesa-gesa, bicara yang bahasanya asal-asalan, bicara yang logikanya tidak jalan, bicara yang suaranya terlalu lirih atau terlalu keras, bicara yang tidak sesuai kondisi lingkungan, dan lain-lain. Jika cara penyampaian itu tidak dilakukan dengan baik, artinya jika pihak lain salah memahaminya, maka akan terjadi banyak kebingungan sehingga dan misunderstanding.
Orang yang suka mengulang-ulang tema atau kata-kata tertentu dalam suatu pembicaraan bisa menimbulkan kesan bahwa ia orang yang tidak berpikir efektif. Karena menggunakan kata atau tema yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan, ia bakal terkesan susah menemukan poin pembicaraan dalam waktu sesingkat mungkin dan kadang malah tidak bisa menemukan poin pembicaraan sama sekali.
Lawan kata redudansi adalah bicara yang terlalu singkat. Orang yang demikian akan sangat pelit bicara, dan pilihan kata-katanya sangat pendek sehingga penjelasan dari suatu ide bakal sangat kurang. Cara berbicara seperti ini juga tidak disukai orang lain karena juga sulit dimengerti.
Cara bicara yang defektif, terkait dengan cara bicara yang cacat atau rusak, atau tidak sempurna. Misalnya, gagap. Cara bicara semacam ini bisa menjadi kendala dalam hidup, baik secara sosial maupun karier. Orang yang punya kendala bicara defektif bisa menemui hambatan jika menerjuni profesi-profesi tertentu, misalnya pengacara, dai, guru, dan sejenisnya. Selain penderitaan batin, orang demikian juga bisa dihinggapi sifat rendah diri yang bakal menghambatnya meraih kemajuan dalam hidup. Namun, jika orang ini bisa menunjukkan keberimbangan mental dan mengendalikan sifat agresif, cara bicara yang tidak sempurna ini tidak akan menghalangi ia meraih kesuksesan. Bahkan, kecacatan ini bisa dimanfaatkan untuk meraih kelebihan. Contohnya, ada aktor yang cacat bicara, tetapi bisa memanfaatkan kecacatan itu sebagai karakter khas dia yang tidak dimiliki aktor lain.

2.6 Sikap
     Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.
     Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974; Gerungan, 2000). 
Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari penulis yang berbeda. Namun demikian, jika dicermati hampir semua batasan sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses  akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia (Wadworth, 1971).

2.6.1 Komponen utama sikap
Sikap mempunyai tiga komponen utama: kesadaran, perasaan, dan perilaku. Keyakinan bahwa "Diskriminasi itu salah" merupakan sebuah pernyataan evaluatif. Opini semacam ini adalah komponen kognitif dari sikap yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap -komponen afektifnya. Perasaan adalah segmen emosional atau perasaan dari sebuah sikap dan tercermin dalam pernyataan seperti "Saya tidak menyukai John karena ia mendiskriminasi orang-orang minoritas." Akhirnya, perasaan bisa menimbulkan hasil akhir dari perilaku. Komponen perilaku dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

2.6.2 Perilaku mengikuti sikap
Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau, paling banyak, hanya berhubungan sedikit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel-variabel pengait.
0020   
2.6.3 Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia1. Nilai – nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya. Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek.     
     Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka. Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana yang dikemukan oleh Krech dan Ballacy, Morgan King, dan Howard.
     Keterangan: komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi.
     Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya, dan sebagainya. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa pendidikan bukan semata-mata tanggung jawab lembaga pendidikan.
Seluruh masyarakat dan intansi terkait harus menunjang pelaksanaan pendidikan. Pendidikan haruslah diletakan pada kondisi dan situasi yang benar-benar kondusif bagi jalannya proses pendidikan. Dengan cara demikianlah, sebenarnya secara teoritis dan konseptual, tujuan pendidikan tercapai. Sebaliknya, jika masyarakat dan seluruh instansi politik dan pemerintahan tidak mernunjang, maka pendidikan akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh warga bangsa, dan harus ditunjang oleh komitmen politis dari seluruh warga bangsa-bangsa.
 Keterangan: Ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap. Sikap secara konsisten mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, sikap seharusnya konsisten mempengaruhi perilaku.Jika antara sikap tidak konsisten dengan perilaku, maka terdapat sistem eksternal yang ikut mempengaruhi konsistensi antara sikap dan perilaku. 
Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial (Gerungan, 2000). Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial, dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Sedang sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seregaman sikap terhadap suatu obyek. Dalam konteks pemahasan ini, sikap yang dimaksud adalah sikap individual, mengingat pendidikan yang dihabahas dalam kajian ini menyangkut proses pendidikan secara individual, mengingat keinginan, kebutuhan, kemampuan, motivasi, sasaran didik sangat beragam. Untuk kajian lebih lanjut, periksa pada bahasan proses pendidikan bisnis di bawah.
Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan di atas, dapat dipahami
bahwa:
1) sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu, 
2) sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar,
3) sikap selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri,
4) sikap dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis,

5) sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi (Gerungan, 2000).
     Mengetahui karakter sikap semacam ini sangat penting manakala kita akan membahas sikap secara cermat. Dari sifat ini dapat diketahui bahwa sikap dapat ditumbungkan dan dikembangkan, melalui proses pembelajaran siswa yang sesuai dengan motivasi, dan keinginan mereka. Demikian juga, sikap harus diarahkan pada suatu obyek tertentu, sehingga memudahkan mengarahkan belajar siswa pada sasaran belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya.

2.6.4 Menumbuhkan dan Mengembangkan Sikap
Bagaiman sikap dapat ditumbuhkan? Seperti di atas dijelaskan, bahwa sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses tranfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap (Munandar, 1999). Namun demikian, tingkatan kognisi yang rendah mungkin saja dapat mempengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya dan sikap cenderung labil. Kami yakin, bahwa proses kognisi yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap secara signifikan, sejalan dengan taksonomi kognisi Bloom, adalah pada taraf analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada taraf inilah memungkinkan sasaran didik memperoleh nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkan keyakinan yang merupakan kunci utama untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap. Melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak sasaran didik, seperti pendapat Pieget, pada gilirannya akan menjadi referensi dalam menanggapi obyek atau subyek di lingkungannya.
Pertanyaan yang muncul, apakah semua informasi dapat mempengaruhi sikap? Tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan (Morgan dan King, 1974; Howard, 1975). Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat siswa sendiri melalui proses belajar. Seperti di atas telah disebutkan, bahwa untuk dapat memberikan pesan yang persuasif kepada sasaran didik haruslah dibawa pada obyek telah melalui proses penganalisaan, pensintesisan, serta penilaian, yang dilakukan sasaran didik untuk memperoleh keyakinan. Langkah ini akan dapat berhasil manakala dilaksanaan secara individual, dan dibawa ke model belajar sambil bekerja yang selaras dengan motivasi, minat dan bakat sasaran didik. Dengan demikian, proses belajar-mengajar klasikal, misalkan dengan ceramah, efektivitas dalam menumbuhkan sikap perlu dipertanyakan.
Sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan sikap. Di samping informasi dari buku teks, mungkin juga dari fakta empirik, guru atau pendidik juga merupakan sumber belajar. Kualitas sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan keyakinan siswa. Karena itu kualitas informasi sangat menentukan perolehan pengalaman yang memandai, yang dibutuhkan untuk mengembangkan cakrawala pandang. Demikian juga fakta empirik, harus diberikan. Fakta empirik merupakan informasi sekaligus bahan belajar yang sangat berharga yang dapat dipelajari, dianalisis oleh siswa untuk memperoleh pengalaman dan untuk menambah keyakinan mereka. Di samping itu, guru juga memiliki peranan yang kuat dalam menumbuhkan sikap, karena gurulah yang berkomunikasi langsung dan sekaligus merupakan preferensi bagi siswa. Oleh karena itu, kualitas guru, baik dilihat dari kemampuan, keluasan wawasan, pengusaaan pengetahuan teoritis dan praktis diperlukan. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator, inovator, motivator, dapat dimainkan.
Dengan demikian, dalam model belajar yang diharapkan di sini membutuhkan keragaman sumber informasi. Dengan sumber informasi yang beragam siswa dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan minat, motivasi, serta bakat mereka. Dengan cara inilah, siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan dan informasi yang akan mereka gunakan untuk penganalisaan situasi dan fakta untuk mendapatkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi hidupnya.
Selanjutnya, tentang media, bahwa tidak setiap media informasi dapat mempengaruhi sikap siswa. Karena itu adalah mutlak bagi guru untuk mencari buku teks maupun sejenisnya yang dapat mempengaruhi keyakinan siswa. Banyak buku teks yang isinya terlihat diam dan menjemukan. Tidakmenumbuhkan gairah keingin tahuan, dan tidak dapat mempersuai pembaca. Isi buku teks hanyalah suatu onggokan konsep dan teori yang boleh dikata, kurang ada manfaatnya bagi hidup. Oleh karena itu, media informasi haruslah di cari oleh guru yang benar-benar bisa menumbuhkan gairah keingin tahuan siswa dan bersifat persuasif. Dengan demikian, di samping buku teks, media informasi lain harus dicari. Banyak buku- bukufiksi, biografi (misalkan cash-flow Quadrant, chicken shop, Business Combat), ceritera persaingan Pepsi-Colla dengan Coca-Colla, Raja Komputer AS Bill Gates, bagaimana perusahaan multinasional dapat mempengaruhi perekonomian dunia, dan sebagainya.
Mungkin juga hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan dalam internet, jurnal ilmiah, dan sebagainya dapat dimanfaatkan. Kreativitas guru dalam menumbuhkan keyakinanan siswa sehingga sikap dapat dibentuk seperti yang harapan siswa sangatlah dibutuhkan, terlebih-lebih lagi jika dikaitkan dengan usaha untuk menumbuhkan motivasi dan keinginan yang kuat untuk berkembang, ulet, berani mengambil risiko, selalumengansipasi perubahan, dan sebagainya. Orientasi guru tidak lagi berorientasi pada apa yang diharapkan guru, penumpukan konsep dan materi yang berlebihan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup, tetapi harus beorientasi pada apa yang siswa harapkan dan pengetahuan yang benar-benar bermanfaat bagi hidup siswa pada masa mendatang. Dengan cara inilah kemungkinan besar pendidikan dapat membawa ouputnya yang benar-benar memiliki keunggulan, inovatif, jika terjun dalam dunia kerja.
           
2.6.5 Kapan Sikap Ditumbuhkan
     Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti.
Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun (Sear dalam Morgan dan King, 1974). Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut Sear mengatakan, bahwa setelah usia 30 tahun sikap relative permanen sehingga sulit berubah (dalam Morgan dan King, 1974). Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP sampai dengan PT. Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi bangsa dan negara.

2.6.6 Kendala Menumbuhkan Sikap
     Kendala penumbuhan sikap terjadi ketika ada benturan nilai yang diyakini seseorang dengan nilai yang berkembang di masyarakat. Semua institusi dalam masyarakat harus dapat menunjang pendidikan. Artinya, masyarakat secara menyeluruh harus memberikan dukungan terhadap proses pendidikan bisnis. Akan tetapi, dalam kenyataannya, di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pendidikan bisnis mungkin mengalami hambatan sosio-budaya, seperti yang dikemukan oleh Jinghan (1999). Bahkan banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa di Negara sedang berkembang memiliki ciri yang mendua, di samping menganut faham ekonomi liberal juga menganut faham sosial (ekonomi campuran). Sifat mendua inilah yang merupakan kedala bagi kemajuan ekonomi negara dunia ketiga (Todaro, 1997; Jinghan, 1999). Mungkin sifat mendua inilah yang merupakan salah satu kendala bagi penumbuhan sikap wirausaha di Indonesia.
Nilai sosio-budaya feodal yang diwarisi dari penjajahan Belanda sangat kita rasakan pengaruhnya pada orang tua dan senior kita. Mereka sangat menyukai kemapanan dan alergi terhadap perubahan. Mereka lupa bahwa tanpa perubahan tidak akan ada perkembangan. Semuanya akan terlihat statis. Kondisi semacam ini telah diungkap oleh Todaro bahwa budaya dari penjajahan negara-negara Eropa sangat mempengaruhi pembangunan di negara dunia ke tiga, termasuk Indonesia (Todaro, 1977). Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang merupakan warisan dari penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan tetapi mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak terpaksa menjadi pengawai negeri.

2.7 Motivasi
     Pengertian Motivasi Belajar yang paling sederhana adalah sesuatu yang menggerakkan orang baik secara fisik atau mental untuk belajar. Sesuai dengan asal katanya yaitu MOTIF yang berarti sesuatu yang memberikan dorongan atau tenaga untuk melakukan sesuatu. Karena kita bicara tentang belajar maka ya sesuatu yang mendorong kita untuk belajar untuk mendapatkan sesuatu, mungkin sekedar pengetahuan atau efek beruntun dari pengetahuan tersebut misalnya ketrampilan, efek lanjutannya mungkin kebahagiaan, kepuasan, kekayaan, kebebasan, dan tentu saja uang ya kalo dihubungkan dengan belajar internet marketing misalnya.
Dari beberapa website yang ada, misalnya website Anne Ahira (yang punya Asian Brain) ditemukan beberapa pengertian motivasi belajar menurut beberapa para ahli. Hanya saja yang ada adalah pengertian motivasi secara umum, tidak khusus tentang motivasi belajar. Misalnya, pengertian motivasi menurut Wexly dan Yulk adalah: pemberian atau penimbulan motif. Sedangkan menurut Mitchell motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Jadi pengertian motivasi adalah suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode angket dan metode wawancara. Dengan metode angket penulis dapat mengetahui bagaimana pengaruh membaca novel ditinjau dari psikologis, pola berpikir, sikap dan motivasi diri bagi pelajar. Dan dengan metode wawancara penulis dapat mengetahui secara langsung bagaimana cara bicara pelajar yang suka membaca novel dan mendapatkan informasi lainnya yang bersangkutan secara langsung.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
            3.2.1 Penelitian I ( Penyebaran Angket )
                        Hari/tanggal    : Sabtu, 21 Januari 2012
                        Pukul              : 10.00 – 11.00 WIB
                        Tempat            : SMK N 1 Merangin
                        Kegiatan          : Menyebarkan angket sebanyak 30 rangkap
            3.2.2 Penelitian II ( Wawancara )
                        Hari/tanggal    : Kamis, 26 Januari 2012
                        Pukul               : 21.30 – 22.00 WIB
                        Tempat            : SMA N Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti
                        Kegiatan          : Wawancara terhadap beberapa siswa yang
                                                  suka membaca novel.
3.3 Sampel Penelitian
            Sampel : 30 orang siswa kelas XI
            Populasi : SMK N 1 Merangin
3.4 Prosedur Penelitian
     3.4.1 Membuat angket
            - Siapkan pertanyaan yang berhubungan dengan judul KI.
            - Konsultasikan dengan guru pembimbing materi.
            - Ketik dengan aturan yang tepat
            - Print angket tersebut
            - Gandakan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan
            - Sebarkan angket kepada sampel yang telah ditetapkan.
     3.4.2 Wawancara
            - Siapkan pertanyaan yang berhungan dengan angket
            - Tambahkan pertanyaan yang diinginkan
            - Tentukan narasumber
            - Konfirmasikan ke narasumber
            - Lakukan wawancara
     3.4.3 Penyebaran Angket
            - Tetapkan sampel sesuai dengan judul penelitian
            - Konfirmasikan terhadap instansi atau lembaga yang berhubungan
               dengan sampel tersebut
            - Sebarkan angket pada jadual yang ditetapkan
3.5 Analisis Data
Peneliti menggunakan metode angket dan metode wawancara dalam penelitian ini. Angket yang dibuat peneliti merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan judul penelitian peneliti. Di dalam angket terdapat 20 pertanyaan yang mencakup 5 aspek, yaitu psikologis, pola berpikir, cara berbicara, sikap dan motivasi diri. Wawancara yang dilakukan juga mencakup 5 aspek tersebut. Maka dari itu penelitian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu satu kali penyebaran angket dan satu kali wawancara terhadap sampel.
     Angket digandakan sebanyak 30 rangkap. Angket disebarkan di lingkungan SMK N 1 Merangin pada hari sabtu, 21 Januari 2012. Dan diberikan pada siswa kelas XI. Karena pada masa kelas XI lah dimana siswa masih sering memiliki waktu luang untuk membaca novel. Data yang didapatkan, 23 dari 30 orang tersebut menyatakan bahwa mereka suka membaca novel. Setiap pertanyaan dalam angket yang dibuat peneliti bisa mengandung lebih dari satu aspek. Maka peneliti mendapatkan persentase setiap pertanyaan dengan rumus :
    
            Keterangan :
                x : Persentasi pengaruh tiap pertanyaan
                Jumlah pemilih : Jumlah pemilih ya tau tidak tiap pertanyaan
                Jumlah keseluruhan : Jumlah keseluruhan yang memilih suka
                                                      membaca novel atau tidak
                Untuk mencari persentasi pengaruh di setiap aspek, peneliti menggunakan rumus :
                               
            Keterangan :
            y = Persentasi pengaruh tiap aspek
            a = Jumlah persentasi yang berpengaruh pada suatu aspek
            b = Jumlah persentasi keseluruhan tiap aspek
            Tolak ukur yang digunakan peneliti :
è 0-10 % = Tidak memberikan pegaruh
è 10-30 % = Tidak terlalu berpengaruh
è 30-50 % = Sedikit berpengaruh
è 50-80 % = Banyak berpengaruh
è 80-100 % Sangat berpengaruh
     Sedangkan untuk mengolah data wawancara, peneliti tidak menggunakan rumus tertentu. Peneliti hanya menarik kesimpulan dari tiap narasumber. Dalam wawancara peneliti mendapatkan data yang diperlukan yang tidak tertera di angket. Wawancara dilakukan pada 2 narasumber yang berada di SMA N Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi Jambi. 2 narasumber yang terdiri dari 1 orang yang suka membaca novel sedangkan 1 orang lainnya tidak.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
                        Jumlah angket keseluruhan : 30 rangkap
                        Yang menyukai novel : 23 dari 30 rangkap
                        Yang tidak menyukai membaca novel : 7 dari 30 rangkap
            4.1.1 Hasil data siswa yang suka membaca novel
Pernyataan
Ya
Tidak
Novel adalah suatu kebutuhan
34.8 %
65.2 %
Merasa seperti memerankan tokoh dalam novel ketika membacanya
65.2 %
34.8 %
Sering mengkhayal setelah sering membaca novel
95.6 %
3.4 %
Membaca novel dapat mempengaruhi mood
56.5 %
43.5 %
Suka membaca novel ketika pembelajaran berlangsung
34.7 %
65.3 %
Tetap melanjutkan bacaan ketika ada tugas lain
8.7 %
91.3 %
Dengan seringnya membaca novel dapat mempengaruhi keputusan yang diambil
30.4 %
69.6 %
Mementingkan novel daripada belajar
39.1 %
60.9 %
Menabung demi mengoleksi novel yang disukai
26 %
74 %
Suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
52.1 %
47.9 %
Suka untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menulis
73.9 %
26.1 %
Suka untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan berbicara kepada orang lain
95.6 %
4.4 %
Novel mempengaruhi cara berpikir
34.8 %
65.2 %
Semenjak membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan
78.3 %
21.7 %
Guru menemukan siswa sedang membaca novel saat belajar
8.7 %
91.3 %
Pernah terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel
95.7 %
4.3 %
Selalu menggunakan waktu luang untuk membaca novel
56.5 %
43.5 %
Dengan membaca novel mendapatkan motivasi bagi diri
95.7 %
4.3 %
Novel adalah sumber motivasi utama
34.8 %
65.2 %
           
            4.1.2 Data hasil siswa yang tidak suka membaca novel
Pernyataan
Ya
Tidak
Novel adalah suatu kebutuhan
0%
100 %
Merasa seperti memerankan tokoh dalam novel ketika membacanya
0 %
100 %
Sering mengkhayal setelah sering membaca novel
0 %
100 %
Membaca novel dapat mempengaruhi mood
0 %
100 %
Suka membaca novel ketika pembelajaran berlangsung
0 %
100 %
Tetap melanjutkan bacaan ketika ada tugas lain
14.3 %
85.7 %
Dengan seringnya membaca novel dapat mempengaruhi keputusan yang diambil
14.3 %
85.7 %
Mementingkan novel daripada belajar
0 %
100 %
Menabung demi mengoleksi novel yang disukai
0 %
100 %
Suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
42.9 %
57.1 %
Suka untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menulis
71.4 %
23.6 %
Suka untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan berbicara kepada orang lain
57.1 %
42.9 %
Novel mempengaruhi cara berpikir
28.8 %
71.2 %
Semenjak membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan
14.3 %
85.7 %
Guru menemukan siswa sedang membaca novel saat belajar
14.3 %
85.7 %
Pernah terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel
14.3 %
85.7 %
Selalu menggunakan waktu luang untuk membaca novel
14.3 %
85.7 %
Dengan membaca novel mendapatkan motivasi bagi diri
0 %
100 %
Novel adalah sumber motivasi utama
0 %
100 %

            4.1.3 Data hasil pengaruh tiap aspek bagi siswa yang suka membaca novel
Aspek
Besar Pengaruh
Keterangan
Psikologis


Pola Berpikir


Cara berbicara


Sikap


Motivasi


            4.1.4 Data hasil pengaruh tiap aspek bagi siswa yang tidak suka membaca
                     novel
Aspek
Besar Pengaruh
Keterangan
Psikologis


Pola Berpikir


Cara berbicara


Sikap


Motivasi



4. 2 Pembahasan
4.2.1 Psikologis
            4.2.1.1 Siswa yang menyukai membaca novel
     Dari 30 angket yang disebarkan penulis, 23 diantara memilih menyukai membaca novel. Akan tetapi, 65 % diantara mereka merasa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi, karena sebagian menyatakan demikian maka kebutuhan akan suatu novel tidak terlalu berpengaruh terhadap psikologis siswa.
     65 % dari sampel juga menyatakan bahwa mereka akan mengkhayal ketika membaca novel. Hal tersebut akan berdampak terhadap psikologisnya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya mereka akan terus menerus mengkhayal. Hal tersebut terbukti dengan 96 % siswa akan sering mengkhayal setelah membaca novel.
     Dengan membaca novel tentunya akan mempengaruhi mood seseorang. Dari hasil yang didapat, 57 % siswa akan mudah terpengaruh moodnya ketika membaca novel. Mengapa demikian ? Karena ketika kita membaca novel, naluri kita akan mengikuti apa yang dirasakan oleh tokoh tersebut. Hal ini terbukti dengan 91 % dari sampel akan terlarut dalam kesedihan jika membaca novel yang mengharukan. Dan hal itu bisa membuat perasaan kita peka terhadap lingkungan sekitar. Contohnya dari 65 % sampel yang suka membaca novel ketika proses pembelajaran berlangsung, maka siswa akan mudah marah jika ada sesuatu yang mengganggunya yang membuat ia menjadi sensitive. Hal itulah terkadang yang membuat seseorang bisa bad mood ketika membaca novel.
     Semenjak membaca novel, siswa ada yang senang mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan menulis. Dan ada juga yang senang mengungkapkannya dengan berbicara kepada orang lain. Dari data yang didapat, 73.9 % suka memendam apa yang ia rasakan dan 95.6 % suka untuk mengungkapkannya secara langsung. Hal itu menunjukkan salah satu pengaruh membaca novel bagi psikologis siswa.
     Dengan mulai berpikir ke depan maka siswa mulai mempersiapkan dirinya untuk apa yang direncanakan. Maka hal itu dapat membuat siswa makin berkembang, baik dalam pola pikir maupun psikologisnya. Dengan membaca novel, hal itu mungkin saja terjadi. Tetapi, bisa saja tidak. Sebanyak 35 % siswa menyatakan demikian.
     Novel yang menceritakan yang sedih dapat mempengaruhi psikologis siswa. Ada siswa yang terlarut hingga mengganggu konsentrasi belajar. Sebanyak 95.7 % siswa menyatakan mereka terlarut dalam kesedihan ketika membaca novel yang sedih. Hal itu menyebabkan psikologis siswa menjadi pribadi yang peka akan apa yang dirasakan oleh orang lain.
     Namun, berbeda ketika siswa menggunakan waktu luangnya untuk membaca novel. Siswa tersebut akan jarang berinteraksi dengan lingkungannya. Sebanyak 56.5 % mengalami hal demikian. Sehingga siswa bisa menjadi kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya.
4.2.1.2  Siswa yang tidak suka membaca novel
                 Dari 30 siswa yang menjadi sampel, 7 diantaranya menyatakan bahwa mereka tidak suka membaca novel. Dan seluruhnya juga menyatakan bahwa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi, tidak mengganggu psikologis siswa.
4.2.2 Pola Berpikir
            4.2.2.1 Siswa yang suka membaca novel
     Sebanyak 95.6 % siswa sering menghayal setelah membaca novel. Hal itu berpengaruh terhadap pola piker siswa. Siswa akan sering berimajinasi dan bisa berlatih untuk berimajinasi setelah membaca novel. Hal seperti itu terjadi ketika siswa membaca novel ia merasa seperti memerankan tokoh yang ada.
     56.5 % siswa bisa terpengaruh mood-nya setelah membaca novel. Hal tersebut bisa berdampak baik dan buruk. Bisa saja ia menjadi good mood atau justru sebaliknya. Jika ia bad mood, maka pola pikirnya menjadi pendek. Karena saat siswa menjadi bad mood, ia akan mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
     Konsentrasi siswa yang suka membaca novel bisa saja tetap dan bisa saja terpecah. Sebanyak 34.7 % senang membaca novel ketika pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, maka siswa akan kehilangan konsentrasi belajarnya karena ia akan focus terhadap novelnya. Dan ketika 39.1 % siswa mementingkan membaca novel daripada belajar, maka konsentrasinya akan terbagi juga. Sehingga tidak fokus terhadap pelajaran. Dan novel bisa sangat mengganggu konsentrasi ketika siswa menggunakan waktu luangnya untuk membaca novel.
     Hanya sebanyak 34.8 % yang pikirannya terpengaruh karena membaca novel. Sedangkan selebihnya merasa tidak terganggu.
     Sebanyak 78.3 % siswa yang membaca novel lebih cenderung berpikir ke depan. Dengan demikian pola pikir siswa sudah berkembang dan mulai berpikir panjang. Wawasannya juga menjadi luas oleh karena sering membaca novel.
            4.2.2.2 Siswa yang tidak suka membaca novel          
4.2.3 Cara Berbicara
            4.2.3.1 Siswa yang suka membaca novel
     Sebanyak 52.1 % siswa menyukai berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah membaca novel. Dan dengan menceritakan apa yang ia rasakan dengan berbicara, maka secara tidak langsung tutur katanya menjadi teratur. Ketika siswa memberi nasihat kepada orang lain, kata-kata yang ia ucapkan biasanya kata yang pernah dibacanya. Dan kebanyakan orang yang suka membaca novel dapat menjadi seorang motivator.
            4.2.3.2 Siswa yang tidak suka membaca novel
     Lebih dari separuh sampel menyatakan bahwa mereka juga suka berbicara kepada orang lain tentang apa yang mereka rasakan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa cara bicara antara siswa yang suka membaca novel dengan yang tidak terletak saat mereka memberikan saran kepada orang lain.
4.2.4 Sikap
            4.2.4.1 Siswa yang suka membaca novel
                Dari data yang didapatkan, lebih dari separuh siswa menyatakan novel adalah bukan suatu kebutuhan. Maka hal tersebut tidak terlalu berdampak bagi sikap siswa. Mereka tidak akan terlalu menuntut untuk membeli sebuah novel.
     Siswa yang senang membaca novel biasanya lebih sering termenung dibandingkan dengan siswa yang tidak suka membaca novel. Hal itu terbukti dengan 95.6 % siswa sering mengkhayal setelah membaca novel. Dan ketika pembelajaran berlangsung siswa bisa saja tidak menyimak apa yang disampaikan oleh guru karena ia termenung.
     Sebanyak 56.5 % siswa bisa terpengaruh mood-nya ketika ia membaca novel. Itu akan berdampak pada orang sekitarnya ketika ia bad mood, maka ia akan tidak peduli dan berlaku kasar kepada orang yang mengganggunya. Itulah dampak negative dari membaca novel.
                 Siswa yang karena terlau senang membaca novel, akan malas mengerjakan tugas dari sekolah. Karena ia akan terus memikirkan bacaannya. Namun, hanya 8.7 % yang mengalami demikian.
     Salah satu keuntungan yang bisa didapat ketika kita menabung untuk membeli novel yang kita suka, kita dapat belajar untuk berhemat. sebanyak 26 % siswa dari sampel mengalami hal demikian.
     Siswa juga juga bisa menjadi pendiam ketika ia sering mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan menulis. Berbeda dengan siswa yang senang mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan berbicara dengan orang lain, maka siswa tersebut akan
            4.2.4.2 Siswa yang tidak suka membaca novel
                 Seluruh siswa yang menyatakan bahwa mereka tidak suka membaca novel, mereka menyatakan bahwa novel bukan suatu kebutuhan. Jadi, tidak banyak yang berbeda.
4.2.5 Motivasi Diri
     4.2.5.1 Siswa yang suka membaca novel
          Dengan membaca novel, kita bisa membaca banyak cerita yang menginspirasi. Dari cerita itulah dapat menjadi semangat dalam hidup kita. Bagi siswa yang  suka membaca novel, ia dapat menarik hal positif seperti itu. Karena mereka merasa mendapat semangat baru dari membaca tersebut. Sebanyak 95.7 % siswa menyatakan bahwa novel dapat member motivasi dalam belajar. Akan tetapi hanya 33.8 % yang menyatakan bahwa novel adalah sumber motivasi utama.
     4.2.5.2 Siswa yang tidak suka membaca novel          
     Bagi siswa yang tidak suka membaca novel, ia tidak mendapat motivasi dari novel. Hal tersebut terbukti dengan tidak ada satupun dari siswa yang menjadi sampel yang menyatakan bahwa ia mendapatkan motivasi bagi dirinya.






BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1 Siswa dapat memilih dan memilah dalam membaca novel dengan    mempertimbangkan dampaknya dalam kehidupan.
5.2.2 Dapat menjadi kajian bagi tenaga pengajar dalam menanggapi siswa yang membaca novel
5.2.3


Daftar Pustaka




Lampiran
Angket
Petunjuk :
-          Lingkari jawaban yang Anda pilih
-          Jawablah sesuai dengan yang Anda rasakan.
Pertanyaan :
1.      Apakah Anda suka membaca novel ?
a.       Ya
b.      Tidak
2.      Apakah Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
a.       Ya
b.      Tidak
3.      Ketika Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam novel yang Anda baca ?
a.       Ya
b.      Tidak
4.      Apakah Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
a.       Ya
b.      Tidak
5.      Apakah dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
a.       Ya
b.      Tidak
6.      Apakah Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
a.       Ya
b.      Tidak
7.      Apakah Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
a.       Ya
b.      Tidak
8.      Apakah dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
a.       Ya
b.      Tidak
9.      Pernahkah Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
a.       Ya
b.      Tidak
10.  Pernahkah Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
a.       Ya
b.      Tidak
11.  Apakah Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
a.       Ya
b.      Tidak
12.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
a.       Ya
b.      Tidak
13.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang yang Anda percaya ?
a.       Ya
b.      Tidak
14.  Apakah novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
a.       Ya
b.      Tidak
15.  Apakah semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
a.       Ya
b.      Tidak
16.  Pernahkah guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
a.       Ya
b.      Tidak
17.  Pernahkah Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
a.       Ya
b.      Tidak
18.  Apakah Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
a.       Ya
b.      Tidak
19.  Apakah dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
a.       Ya
b.      Tidak
20.  Apakah motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam hidup Anda  ?
a.       Ya
b.      Tidak


Suka
21.  Apakah Anda suka membaca novel ?
c.       Ya (23) = 100%
d.      Tidak (0) = 0%
22.  Apakah Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
c.       Ya (8 ) = 34.8%
d.      Tidak ( 15 ) = 65.2%
23.  Ketika Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam novel yang Anda baca ?
c.       Ya (15 ) = 65.2 %
d.      Tidak  ( 8 ) = 34.8 %
24.  Apakah Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
c.       Ya ( 22 ) = 95.6 %
d.      Tidak ( 1 ) = 4.4 %
25.  Apakah dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
c.       Ya ( 13 ) = 56.5 %
d.      Tidak ( 10 ) = 43.5 %
26.  Apakah Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
c.       Ya ( 8 ) = 34.7 %
d.      Tidak ( 15 ) = 65.3 %
27.  Apakah Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
c.       Ya ( 2 ) = 8.7 %
d.      Tidak ( 21 ) = 91.3 %
28.  Apakah dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
c.       Ya ( 7 ) = 30.4 %
d.      Tidak ( 16 ) = 69.6 %
29.  Pernahkah Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
c.       Ya ( 9 ) = 39.1 %
d.      Tidak  ( 14 ) = 60.9 %
30.  Pernahkah Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
c.       Ya ( 6 ) = 26 %
d.      Tidak ( 17 ) = 74 %
31.  Apakah Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
c.       Ya (12 ) = 52.1 %
d.      Tidak (11) = 47.9 %
32.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
c.       Ya (17) = 73.9 %
d.      Tidak (6) = 26.1 %
33.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang yang Anda percaya ?
c.       Ya (22) = 95.6 %
d.      Tidak (1) = 4.4 %
34.  Apakah novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
c.       Ya (8) = 34.8 %
d.      Tidak (15) = 65.2 %
35.  Apakah semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
c.       Ya (18) = 78.3 %
d.      Tidak (5) = 21.7 %
36.  Pernahkah guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
c.       Ya (2) = 8.7 %
d.      Tidak (21) = 91.3 %
37.  Pernahkah Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
c.       Ya (22) = 95.7 %
d.      Tidak (1) = 4.3 %
38.  Apakah Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
c.       Ya (13) = 56.5 %
d.      Tidak (10) = 43.5 %
39.  Apakah dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
c.       Ya (22) = 95.7 %
d.      Tidak (1) = 4.3 %
40.  Apakah motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam hidup Anda  ?
c.       Ya (8) =34.8 %
d.      Tidak (15) = 65.2 %
Tidak Suka
41.  Apakah Anda suka membaca novel ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak ( 7 ) = 100 %
42.  Apakah Anda merasa novel adalah suatu kebutuhan ?
e.       Ya ( 0 ) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
43.  Ketika Anda membaca novel, apakah Anda merasa seperti Anda yang memerankan tokoh dalam novel yang Anda baca ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
44.  Apakah Anda sering mengkhayal setelah Anda sering membaca novel ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
45.  Apakah dengan membaca novel dapat mempengaruhi mood Anda ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
46.  Apakah Anda senang membaca novel ketika pembelajaran di kelas telah berlangsung ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
47.  Apakah Anda akan tetap melanjutkan bacaan Anda ketika ada tugas lain ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (7) = 85.7 %
48.  Apakah dengan sering membaca novel akan mempengaruhi keputusan yang Anda ambil ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (6) = 85.7 %
49.  Pernahkah Anda mementingkan membaca novel daripada belajar ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
50.  Pernahkah Anda menabung demi mengoleksi novel yang Anda sukai ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
51.  Apakah Anda suka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ?
e.       Ya (3) = 42.9 %
f.       Tidak (4) = 57.1 %
52.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan menulis ?
e.       Ya (5) = 71.4 %
f.       Tidak (2) = 23.6 %
53.  Apakah Anda suka mengungkapkan apa yang Anda rasakan dengan berbicara kepada orang yang Anda percaya ?
e.       Ya (4) = 57.1 %
f.       Tidak (3) = 42.9 %
54.  Apakah novel mempengaruhi cara berpikir Anda ?
e.       Ya (2) = 28.8 %
f.       Tidak (5) = 71.2 %
55.  Apakah semenjak membaca novel Anda lebih cenderung untuk berpikir ke depan ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (6) = 85.7 %
56.  Pernahkah guru Anda menemukan Anda sedang membaca novel saat belajar ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (6) = 85.7 %
57.  Pernahkah Anda terlarut dalam kesedihan yang diceritakan dalam novel yang Anda baca ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (6) = 85.7 %
58.  Apakah Anda selalu menggunakan waktu luang yang Anda miliki untuk membaca novel ?
e.       Ya (1) = 14.3 %
f.       Tidak (6) = 85.7 %
59.  Apakah dengan membaca novel Anda bisa mendapatkan motivasi bagi diri Anda ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %
60.  Apakah motivasi yang Anda dapatkan dari novel merupakan sumber motivasi utama dalam hidup Anda  ?
e.       Ya (0) = 0 %
f.       Tidak (7) = 100 %